Curah Hujan Tinggi, Warga Kota Cirebon Diminta Siaga Bencana Hidrologi

Curah Hujan Tinggi, Warga Kota Cirebon Diminta Siaga Bencana Hidrologi

CIREBON-Intensitas curah hujan memasuki fase puncak di bulan Januari dan Februari. Kota Cirebon ada mendapat indikator merah dalam Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) kategori hidrologi. Kepala Kantor Penanggulangan Bencana Daerah (KPBD) Ir Agung Sedijono kondisi Kota Cirebon  yang berada di dataran rendah memang rawan dengan banjir dan juga perubahan cuaca ekstrem seperti angin puting beliung. \"Yang pertama tentu kita harus mewaspadai banjir, dan kedua perubahan cuaca ekstrem, dan juga tanah longsor,\" ucapnya kepada Radar Cirebon. Upaya mitigasi bencana sudah dilakukan jauh-jauh hari. Diharapkan ini dapat mengurangi dampak risiko bencana. Pertama dengan melakukan penetapan status siaga darurat bencana banjir di wilayah Jawa Barat per 1 November 2018 hingga 31 Mei 2019. Penetapan ini sudah menjadi agenda rutin, ketika memasuki musim penghujan secara berjenjang dari tingkat nasional, provinsi dan daerah menetapkan status siaga bencana termasuk Kota Cirebon. Untuk Kota Cirebon, lanjut Agung, sudah ditetapkan siaga banjir terhitung Desember 2018 sampai 31 Mei 2019. Penetapan ini menjadi payung hukum dari pemerintah sebagai pedoman agar instansi terkait mengetahui dan juga pegangan bahwa warga harus siaga. “Artinya pada masa-masa itu berarti kita harus siaga,\" jelasnya. Seperti kejadian banjir tahun lalu, musim penghujan memiliki intensitas tinggi terjadi pada Januari dan Februari. Begitupun pada tahun ini, kurang lebih trennya sama. Dan dapat dilihat pada kondisi sekarang, di mana intensitas hujan cukup tinggi. \"Intensitas hujan ini masih seperti periode lalu. Kita berharap tidak seperti tahun lalu, baik intensitas maupun dampaknya,\" ucapnya. Pada tahun lalu, Kota Cirebon sempat terdampak banjir di beberapa titik dengan jumlah korban terdampak 1.346 Kepala Keluarga atau 5.092 jiwa. Yang patut disyukuri, tidak ada korban jiwa. Kerugian juga tidak terlalu besar. Tidak ada yang sampai merobohkan bangunan. Kerugian material berasal dari rumah rusak ringan dan perabotan warga saja terendam. Diantaranya, wilayah yang terdampak banjir tahun lalu. Paling parah terjadi di wilayah Kelurahan  Pekiringan dan Kalijaga. Di kawasan itu, banjir merendam dengan ketinggian di atas 1 meter. Kemudian di Kelurahan Kalijaga juga sampai 1 meter. Bahkan banjirnya berulang. Dari data KPBD, ada beberapa wilayah yang terdampak. Yakni Kecamatan Harjamukti di Keluarahan Kalijaga, Keluarahan Kecapi, Kelurahan Harjamukti, Kelurahan Argasunya. Kecamatan Kesambi yakni di Keluarahan Pekiringan dan Kelurahan Drajat. Kecamatan Lemahwungkuk di dua kelurahan yakni Kasepuhan dan Panjunan. Dan Kecamatan Pekalipan dua kelurahan yakni Pulasaren dan Jagasatru. Dalam mengurangi risiko bencana, KPBD telah melakukan penyuluhan kepada masyarakat, di tempat terjadinya wilayah yang berpotensi terdampak bencana, pada periode lalu. Semua warga di titik banjir diberikan informasi dan penyuluhan. Menurut Agung, dalam upaya mitiasi bencana sebetulnya harus dimulai dari pembenahan dari sistem hulu. Banjir memang disebabkan karena hujan, yang turun di daerah hulu, tengah dan hilir. Namun yang berbahaya itu ketika hujan dari hulu, penyebab dampaknya ke hilir. Pengurangan risiko bencana itu dilakukan saat jauh sebelum terjadi hujan. Sebetulnya, mitigasi dari sisi pembenahan sistem pengaliran air, sudah dilakukan pengerukan endapan. Ini sudah mulai dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWS Cimancis) juga Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). PSA DPUPR sendiri telah melakukan normalisasi tiga sungai yakni, Sungai Kedungpane, Sungai Kalijaga dan Sungai Cikalong. Beberapa titik drainase juga dilakukan pengurasan. Diantaranya di Kampung Majasem,  Jl Kalitanjung, Jl Kesambi Raya, dan kawasan Gunungsari. Kabid PSA H Syarif mengungkapkan, banyak laporan yang masuk kepadanya terkait drainase. Untuk itu pihaknya mulai mengalihkan fokus dari normalisasi anak sungai ke drainase dalam kota. “Drainase ini harus berkelanjutan, karena banyak tersumbat sampah. Ada juga yang sedimentasinya juga tinggi,” katanya. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: