Geruduk Pendopo, Realisasi Pokir Minta Ditunda

Geruduk Pendopo, Realisasi Pokir Minta Ditunda

KUNINGAN – Sejumlah calon anggota DPRD (caleg) Kabupaten Kuningan bersama puluhan warga dan aktivis LSM, mendatangi Pendopo Kuningan, Rabu (16/1).  Mereka menyuarakan aspirasi agar pemda menunda realisasi dana aspirasi anggota dewan, atau yang saat ini disebut pokir (pokok-pokok pikiran). Hal itu lantaran mereka menganggap dana tersebut disinyalir akan digunakan untuk berkampan yang caleg incumbent. Mereka menyampaikan agar Pemkab Kuningan bisa menyetop sementara realisasi program pokir hingga Pemilu 2019 selesai. Massa berkumpul di depan Pendopo Kuningan guna menyuarakan aspirasinya. Aparat kepolisian dan Dinas Perhubungan pun terpaksa harus menutup dan mengalihkan jalur Pendopo. Orasi demi orasi pun langsung disuarakan para pendemo. Poster dengan berbagai tulisan terkait program pokir anggota dewan dibentangkan. Pokir Hanya Dijadikan Alat Politik, Stop Pokir sampai Pemilu Selesai, Jangan Cederai Demokrasi Dengan Pokir, dan masih banyak lagi poster sejenisnya. Tampak yang menghadapi para peserta aksi, Sekda Kuningan Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi mewakili Bupati H Acep Purnama SH MH yang sedang berada di luar kota. Dian tidak sendiri, ia didampingi Kepala BPKAD Drs H Apang Suparman MSi, Kepala Sat Pol PP Indra Purwantoro SIP, serta Kabag Humas Dr Wahyu Hidayah MSi dan Kabag Umum Setda Guruh Irawan Zulkarnaen SSTP MSi. Berdasarkan surat permintaan dari pendemo, hadir pula Ketua KPU Kuningan Asep Z Fauzi SPdI beserta sejumlah anggotanya dan Anggota Bawaslu Abdul Jalil Hermawan dan Ikhsan Bayanullah. Di depan massa seraya menjawab aspirasi yang disampaikan Nana Rusdiana, Manap Suharnap dan Deki Zainal Muttaqin yang ketiganya merupakan caleg non-incumbent itu, Jalil menegaskan Bawaslu sama sekali tidak berwenang dalam memutuskan terkait program pokir yang ia sendiri tidak tahu apa itu pokir. “Bawaslu hanya berwenang mengawasi jalannya tahapan pemilu, dan menangani temuan, aduan terkait pelanggaran di lapangan. Kalau soal pokir, saya juga tidak tahu apa itu pokir. Yang jelas itu bukan kewenangan kami. Yang jelas tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye,” kata Jalil yang berdiri di samping sekda. Sekda sendiri awalnya meminta agar persoalan tersebut didiskusikan di ruang kerjanya agar ada penjelasan secara terperinci. Namun para pendemo tetap saja menginginkan agar penjelasan itu disampaikan di luar, dan akhirnya Dian pun terpaksa memberikan penjelasan secara umum. “Kami sangat memahami, sangat mengerti dan siap mendukung. Kita berharap pemilu akan menghasilkan pemilu yang sehat. Tuntutan dan harapan saudara-saudara akan diteruskan ke pimpinan. Soal regulasi tidak bisa kami paparkan begitu saja. Kami eksekutif akan sangat berhati-hati,” kata Dian. Dalam penjelasannya, Dian membeberkan bahwa APBD 2019 sudah disahkan, namun untuk realisasinya tidak bisa dilakukan langsung, melainkan melalui tiga tahapan, yakni triwulan pertama, kedua, dan ketiga. Terkait dana pokir anggota dewan, Dian mengaku tidak tahu apakah itu mau dicairkan di triwulan pertama, kedua atau ketiga karena tergantung ajuan dari SKPD sesuai dengan program masing-masing. “Soal pokir, ini tergantung dari ajuan SKPD masing-masing dan tergantung keuangan daerah. Kami sangat berhati-hati, insya Allah soal aspirasi akan kami tampung dan akan kami konsultasikan dengan SKPD terkait,” jelasnya. Ketua KPU Asep Z Fauzi mengaku sangat paham terkait apa yang disampaikan para pendemo yang tergabung dalam Forum Komunikasi Calon Anggota Legislatif Non Parlemen. KPU menurut Asep adalah lembaga negara, sehingga yang dapat disampaikan hanyalah hal-hal yang bersipat normatif kaitan dengan proses demokrasi secara jurdil. Menurut Asep, semua elemen tanpa terkecuali harus tunduk dan patuh untuk bersama-sama melaksanakan Pemilu Jurdil. Domain KPU hanya dalam konteks pelaksanaan pemilu. Terkait pokir, ia pun menegaskan itu menjadi domain pemda. Asep menyebut saat ini sedang menjalani proses kampanye, yang tentunya ada koridor dalam hal pelaksanaannya. “UU 7/2012 pasal 280 ayat 1 huruf h dijelaskan bahwa tidak boleh ada penggunaan fasilitas negara. Dijelaskan pula tidak boleh ada hal yang menjanjikan kepada pemilih berupa janji dan uang atau materi lainnya. Soal dana pokir, dalam penyerapan anggaran itu sah-sah saja. Tapi dalam penyaluran itu ada prosedur, itu bukan domain kami. Yang ingin kami sampaikan ayo wujudkan pemilu yang jurdil,” ajak Asfa, panggilannya. Dalam menyampaikan aspirasinya, Deki Zainal Muttaqin selaku Caleg Gerindra menegaskan, datang ke Pendopo bukan untuk mengotori pemilu, tapi untuk menyampaikan aspirasi untuk kepentingan masyarakat. Kedatangannya bukan hanya gerakan politik, bukan hanya bermuatan politis, akan tetapi ingin minta agar ada tindak lanjut secara tegas terkait penggunaan dana pokir anggota dewan. Menurut Deki, jika pokir dikeluarkan di triwulan pertama, maka hal itu akan menimbulkan berbagai prasangka di masyarakat, khususnya bagi caleg non-incumbent. Ia datang ke Pendopo bukan untuk mencegah turunnya bantuan sebagai hak untuk masyarakat, namun kedatangannya hanya ingin menekankan agar dana pokir tersebut ditunda hingga setelah Pemilu 17 April 2019. “Penundaan ini saya pikir tidak melanggar hukum karena untuk mencegah kekhawatiran kami. Tapi kalau ternyata dilaksanakan sebelum 17 April, kami ingin ini diselidiki. Kami menganggap jawaban sekda memungkinkan pokir bisa dilaksanakan di atas 17 April,” kata Deki. Caleg Golkar juga Ketua Ormas Barak (Barisan Rakyat Kuningan) Nana Rusdiana bersama Ketua Gibas Manap Suharnaf dan Ketua Ormas Siluman Muhammad Noor, mempertanyakan apakah ada jaminan ketika dana pokir anggota dewan dicairkan lebih awal dan tidak ada dampak. Maka dari itu pihaknya dengan membawa massa berkeinginan untuk memberikan masukan kepada pemda agar untuk sementara sebelum pemilu dana pokir ditunda. “Kami melakukan ini hanya untuk mencegah barangkali nanti ada sesuatu. Kami akan mencoba meminta kepada aparat penegak hukum untuk melakukan juga penindakan dan penyelidikan terhadap pokir atau dana aspirasi yang sudah dilaksanakan. Bila perlu kita undang DPRD-nya agar jelas soal ini,” pinta Nana yang merupakan mantan anggota DPRD Kuningan itu. (muh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: