Jejak Mbah Dalem Cageur di Waduk Darma

Jejak Mbah Dalem Cageur di Waduk Darma

Saat itu ibu-ibu, kader PKK, organisasi wanita, dan pegawai pegawai PDAU menyisir setiap titik di Waduk Darma dan membersihkannya. Kegiatan yang dilakukan pada Jumat Bersih itu antara lain memungut dan membersihkan sampah. Dahulu, Waduk Darma merupakan perkampungan penduduk. Jauh di tahun 1800-an, waduk ini sudah terbentuk meski skalanya masih kecil. Ia terletak di sebelah barat daya Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Tepatnya berada di Desa Jagara, Kecamatan Darma. Sumber air Waduk Darma dari beberapa sungai, di antaranya Sungai Cisanggarung, Cinangka, Cikalapa dan Cireungit. Sebelum Waduk Darma dibuat oleh Belanda di tahun 1922, ternyata waduk ini sudah menjadi situ atau danau kecil. Menurut cerita masyarakat sekitar, pada zaman wali, Waduk Darma sudah dibuat untuk bendungan atau situ yang ukurannya lumayan cukup besar. Awal mula yang membangun Waduk ini adalah Mbah Satori atau Mbah Dalem Cageur dan air yang digunakan untuk mengairinya berasal dari mata air Cihanyir yang berada tepat di tengah Waduk Darma dan berasal pula dari hulu sungai Cisanggarung. Mbah Satori membuat bendungan itu untuk tempat bermain putra kesayangannya yang bernama Pangeran Gencay, selain untuk memelihara ikan air tawar yang menjadi kegemaran Mbah Satori. Saat membuat bendungan tersebut Mbah Dalem Cageur,  ia memberikan sajian untuk penjamuan dalam jumlah besar. Saking banyaknya, Mbah Satori atau Mbah Dalem Cageur ini menanak nasi dengan menggunakan salah satu bukit di sebelah Desa Darma (Desa Kawah Manuk). Sampai sekarang lokasi bekas menanak nasi itu diberi nama “Bukit Pangliwetan”. Lalu, Mbah Dalem Cageur membuat sebuah perahu dari papan kayu jati berukuran cukup besar untuk digunakan Pangeran Gencay bermain-main, naik perahu tersebut bersama teman-temannya. Saat pengeran bermain di atas perahu, penduduk sekitar menabuh alat-alat musik gamelan. Tempat bermain gamelan itu kemudian diberi sebutan “Muncul Goong”. Suatu malam, saat bulan purnama perahu yang dinaiki Pangeran Gencay bersama para pengasuhnya tenggelam di tengah-tengah situ. Tempat tenggelamnya Pangeran Gencay itu oleh penduduk setempat diberi nama “Labuhan Bulan” karena perahunya tenggelam tepat pada saat bulan purnama. (Labuhan artinya kalebuh, kalebuh sama dengan tenggelam). Mbah Dalem Cageur mencari-cari putranya dalam kesedihan yang teramat dalam. Sayang anaknya tidak diketemukan. Lantaran kecewa, Mbah Dalem Cageur memerintahkan penduduk untuk membobol bendungan tersebut dan melarang diairi lagi.

Setelah bendungan itu mengering, mayat putranya berhasil ditemukan lalu dibawa ke tempat yang kemudian diberi nama “Munjul Bangke” (Munjul artinya tempat yang menonjol. Sedangkan Bangke berarti Bangkai). Setelah itu dimakamkan di Desa Jagara.
Informasi yang dihimpun, dasar dibangunnya Waduk Darma karena ada usulan dari pabrik gula di Berebas, Jawa Tengah.
Kemudian, pada tahun 1923 Belanda melakukan perencanaan dan penelitian sebelum memulai pembangunan. Waduk Darma yang luasnya sekitar 425 ha ini pembangunannya dirintis oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1924 dan diperbaiki pada 1964, dengan kapasitas genangan air 39 juta m3. (*)  
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: