LPPNU Advokasi Warga Losari Terkait KITC

LPPNU Advokasi Warga Losari Terkait KITC

CIREBON-Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon (LPPNU) memastikan bakal mendampingi warga lima desa dari Kecamatan Losari untuk mencari keadilan terkait rencana pengembangan Kawasan Industri Terpadu Losari (KITC) di Kecamatan Losari. Hal tersebut dikatakan Ketua LPPNU Mukhsin saat dihubungi Radar Cirebon. Menurutnya, saat ini pihaknya sudah menugaskan beberapa tim untuk mendampingi warga di lima desa di Kecamatan Losari yang menolak penetapan kawasan tersebut sebagai kawasan industri besar-besaran. “Dalam waktu dekat ada audiensi dengan DPRD terkait persoalan di Losari. Selain itu, kita juga sudah tugaskan tim untuk melakukan litigasi, mencari data dan fakta-fakta terkait penetapan kawasan tersebut sebagai kawasan industri terpadu,” ujarnya. Dikatakannya, rencana Pemerintah Kabupaten Cirebon menjadikan kawasan lahan tambak di Losari menjadi kawasan industri, berujung polemik. Sebagian warga menolak tegas rencana tersebut, karena dianggap akan mematikan mata pencaharian dan keraifan lokal di Losari. Sementara pemilik lahan setuju karena mendapatkan uang dari penjualan lahan. “Kita akan cek legal standing-nya. Kita akan kumpulkan data, dan tentunya harapan kita, pembangunan apapun tidak boleh menggerus kearifan lokal. Apalagi, sudah ada wacana warga bakal melakukan class action terhadap fatwa yang dikeluarkan Bupati Cirebon untuk lahan seluas 500 hektare. Kita akan dampingi warga dan mudah-mudahan hasilnya bisa positif,” imbuhnya. Sementara itu, fatwa yang dikeluarkan bupati untuk lahan industri seluas 500 hektare di Losari, terus jadi polemik. Penolakan pun mulai bermunculan. Bahkan, jika fatwa tersebut tidak dianulir oleh Pemkab Cirebon, maka sejumlah elemen masyarakat di Kabupaten Cirebon siap mengajukan gugatan class action untuk menganulir fatwa tersebut. Hal tersebut disampaikan Ridwan, tokoh pemuda Losari Kabupaten Cirebon. Menurutnya, untuk langkah awal, pihaknya sudah melayangkan surat ke DPRD meminta audiensi dengan dinas yang bersangkutan, terkait alokasi lahan industri di Kecamatan Losari. Terutama membahas fatwa yang sudah keluar lahan seluas 500 hektare di Losari. “Surat sudah kita layangkan. Harusnya mingu-minggu ini pertemuannya. Difasilitasi oleh DPRD. Kita akan bertemu dengan Pemkab Cirebon terkait fatwa yang sudah keluar. Harapan kita, fatwa itu bisa dianulir. Kalau tidak, sebagai langkah terakhir kita akan ajukan gugatan class action,” bebernya. Ditambahkan Ridwan, dasar yang akan digunakan untuk mengajukan gugatan class action adalah tentang peraturan serta ketentuan terkait penyediaan lahan untuk zona industri yang saat ini sudah keluar fatwanya. “Kami akan ajukan class action karena keluarnya fatwa terkait penyediaan lahan seluas 500 hektare tersebut, justru bertentangan dengan peraturan bupati terkait alih fungsi lahan. Salah satu dinas teknis pun sudah terang-terangan menolak mengeluarkan rekomendasi alih fungsi lahan untuk industri,” tambahnya. Dijelaskan Ridwan, bukan tidak mungkin persoalan yang awalnya muncul di Losari, bakal merembet ke Perda RTRW Kabupaten Cirebon. Pasalnya, apa yang terjadi saat ini, bermula dari revisi Perda RTRW yang disahkan beberapa waktu lalu. “Kalau memang harus, kenapa tidak. Revisi lagi Perda RTRW bukan barang haram. Karena pembangunan atau dalih apapun, harus memperhatikan banyak aspek. Mulai kearifan lokal, keseimbangan lingkungan, dampak sosial dan lain-lainnya,” jelasnya. Terpisah, Tokoh Nelayan Desa Ambulu, Samsurudin mengaku, saat ini masyarakat di wilayahnya terbagi. Sebagian setuju dengan pembebasan lahan dan sebagian lagi menolak karena industri dipandang bakal menghapus kearifan lokal di wilayah tersebut. “Kalau saya tetap menolak. Karena bagaimana pun, kami di sini yang akan merasakan dampaknya,” ungkapnya. Dihubungi di tempat terpisah, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Supirman SH mengatakan, dalam satu waktu kunjungannya ke Losari, pihaknya tidak mendapati satupun dokumen jual beli yang dilakukan, baik secara perikatan perjanjian jual beli (PPJB) ataupun perjanjian jual beli (PJB). Sehingga, dalam hal ini perlu dilakukan penertiban terkait prosesnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: