Catatan Pemilu, Suara Tidak Sah Masih Tinggi

Catatan Pemilu, Suara Tidak Sah Masih Tinggi

MAJALENGKA - Tingkat kesuksesan pemilihan umum tidak hanya ditentukan pada tingginya angka partispasi pemilih yang hadir ke tempat pemungutan suara (TPS). Lebih dari itu, suara yang tersalurkan pemilih juga harus sah sesuai kaidah pencoblosan, sehingga perlu pendidikan politik yang baik dari seluruh stakeholder. Demikian dikatakan akademisi Pascasarjana Universitas Majalengka (Unma) Diding Bajuri kepada Radar Majalengka. Diding menjelaskan, mengacu pada pemilu terakhir yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 Juni yang lalu, tingkat kehadiran pemilih di TPS memang cukup tinggi, sekitar 77,90 persen dari jumlah hak pilih yang telah tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Namun, dari rata-rata 747.748 tingkat kehadiran ada yang perlu dicermati bersama bahwa terdapat 33 ribuan suara yang disalurkan para pemilih tersebut dinyatakan tidak sah. Faktornya, sebut Diding, bisa bermacam-macam, salah satunya pemilih belum memahami cara pencoblosan yang benar. “Dari pemilih yang hadir di TPS pada pilkada serentak yang lalu, jumlah suara yang tidak sah mencapai 30 ribuan. Ini sangat disayangkan, karena pemilih yang telah menyalurkan hak konstitusionalnya tapi tidak terpakai suaranya,” ungkapnya, kemarin (27/1). Meski demikian, Diding menyebutkan jika dalam hal memberikan pemahaman tata cara pencoblosan yang baik dan benar ini bukan sepenuhnya tanggung jawab penyelenggara saja. Namun, tanggung jawab seluruh stakeholder, khususnya partai politik (parpol) sebagai peserta pemilu berikut caleg-calegnya. “Ada beberapa kemungkinan timbulnya suara tidak sah tersebut, selain ketidak pahaman pemilih tentang tata cara pencoblosan yang baik dan benar,” ujarnya. Faktor lainnya, lanjut Diding, pemilih tidak kenal atau tidak mengetahui visi dan misi para calon. Sehingga menjadi tugas peserta pemilu untuk meyakinkan masyarakat pemilih. “Faktor yang paling relevan munculnya suara tidak sah ini, karena masyarkaat memang belum bisa menentukan pilihan terhadap calon atau peserta pemilu. Mereka datang ke TPS tapi merasa belum ada calon yang cocok karena belum mengenal seluk beluk visi misi calon dan latar belakang lain-lainnya,” ungkapnya. Sementara itu, Forum Diskusi Demokrasi, Tedi Nurdiansah mengungkapkan, dalam pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) 17 April mendatang surat suara yang disediakan bagi pemilih ketika datang ke TPS, ada 5 lembar terdiri dari surat suara untuk memilih caleg DPRRI, DPDRI, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, serta calon presiden/wakil presiden. Setiap calon pemilih, kata Tedi, akan memerlukan waktu lebih banyak dalam menyalurkan suaranya dengan lima lembar surat suara tersebut. Menurutnya, sosialisasi yang masif maupun kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu, juga diharapkan turut menyampaikan kepada masyarakat pemilih tentang tata cara menyalurkan suara yang baik dan benar. “Waktu pilkada serentak saja disodori dua surat suara, dengan calon yang terpampang jelas foto serta visi misinya masih memunculkan 33 ribuan surat suara tidak sah. Kami khawatir ketika disodori lima lembar surat suara, masyarakat makin bingung. Semua pihak terutama peserta pemilu harus gencar mensosialisasikan itu ke masyarakat,” pungkasnya. Suara Tidak Sah Masih Tinggi Kertas Suara     Pilbup Majalengka 2018          Pilgub Jabar 2018 Sah                        714.521                                          714.898 Tidak sah             33.227                                               32.921 Total                     747.748                                         747.799 (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: