Maju Mundur Revitalisasi, Antara Pasar dan Keraton Kanoman
Revitalisasi Pasar Kanoman tak kunjung ada kejelasan. Informasi terakhir menyebutkan pekerjaan akan dilakukan setelah tuntas helatan Muludan. Nyatanya, sampai saat ini belum ada pembicaraan lanjutan. “Kemarin kan habis FKN (Festival Keraton Nusantara), terus mundur lagi habis Muludan. Nah sekarang katanya habis pilwalkot,” ujar Ketua Ikatan Pedagang Pasar (IPP) Kanoman, Nuri Suryanto, kepada radarcirebon.com, 14 Desember 2017. Masa Pilwalkot sudah lewat. Dua tahun rencana revitalisasi Pasar Kanoman bergulir. Namun sampai saat ini belum ada realisasinya. Ada dugaan, perizinan belum tuntas. Juga belum sepakatnya lokasi relokasi pedagang. Saat ini, informasi yang didapat Manajemen PT Inti Utama Raya masih menunggu sampai Pemilihan Presiden April mendatang selesai. Pertimbangan ini diambil mengingat revitalisasi perlu suasana yang kondusif. “Kita mengerti apa yang jadi pertimbangan mereka,” kata Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Berintan Akhyadi SE. Menurutnya, renovasi bakal segera berjalan. Perumda juga sudah memasrahkan perkara revitalisasi kepada pengembang PT Inti Utama Raya. “Ini prosesnya jalan. Cuma soal waktu. Developer ada beberapa pertimbangan,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Dalam catatan radarcirebon.com, permasalahan di Pasar Kanoman, sebetulnya sudah ada titik terang antara pihak keraton, Perumda Pasar dan Investor. Akan tetapi, permasalahanya adalah batas-batas tanah yang dikuasai pihak keraton. Di internal Keraton Kanoman belum selesai untuk menyepakati klausul kontrak dengan investor. Sehingga pihak investor belum berani eksekusi untuk memulai tahap ke pembangunan. \"Semua perizinan sudah beres, bahkan rencana desain pun sudah disodorkan dan disepakati. Tapi, masalahnya di internal keraton. Seharusnya pengerjaan sudah running,\" kata Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon Watid Syahriar . Senada, Walikota Cirebon Nasrudin Azis, akan mengambil sikap perihal rencana revitalisasi Pasar Kanoman. Rencana pembangunan yang memang masih pada tahap proses awal. Dalam perjalanannya masih terdapat penolakan dari sejumlah pihak. Menurut Azis, berdasarkan perkembangan yang terjadi memang masih adanya penolakan dalam proses pembangunan pasar darurat. Menurutnya, penolakan yang dilakukan oleh beberapa orang itu jangan sampai menggagalkan sebuah rencana yang sudah matang direncanakan oleh Perumda Pasar Berintan bisa mandek. Sehingga, langkah ke depan yang dilakukan di antaranya akan melihat secara langsung selain mendengar keluhan yang terjadi. “Jangan sampai hanya karena satu dua orang yang menolak bisa menggagalkan rencana yang sudah dirancang secara matang. Ini kan jadi tidak bijaksana. Namun dimungkinkan pembangunan pasar darurat akan dilangsungkan segera,” katanya. Setidaknya, di sisi lain, polemik revitalisasi Pasar Kanoman kembali mencuatkan debat lama tentang bagaimana memperlakukan bangunan-bangunan bersejarah. Pasar Kanoman mulai ramai setelah Karaton Kanoman berdiri pada 1678 M. Keterangan Rahim ini berbeda dengan informasi dari sejumlah berbagai situs yang menyebut Pasar Kanoman dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1901 M. Ada dua versi tentang sejarah berdirinya pasar ini. Versi catatan pemerintah kolonial Hindia Belanda, pasar berdiri sekitar tahun 1901, sedangkan versi lain yang beredar di masyarakat telah berdiri sejak tahun 1678 Masehi. Dalam catatan radarcirebon.com, Cirebon Kota bisa dibilang masih kekurangan segala hal yang penting bagi kegiatan budaya. Entah itu galeri seni, museum, toko buku, taman, atau gedung pertunjukan , pembangunan di Cirebon Kota baru hanya sebatas pembangunan infrastrukturnya saja untuk kota Metropolitan Cirebon Raya seperti Cirebon Kota kurangnya museum, gedung pertunjukan dan area budaya masih menunjukan jalan panjang menuju Cirebon sebagai kota budaya. Apa yang membuat sebuah kota menjadi kota budaya? Menurut World Cities Culture Report yang dirilis oleh lembaga kebudayaan dunia World Cities Culture Forum, sebuah kota layak disebut sebagai kota budaya jika fasilitas kebudayaan dianggap sama penting dengan fasilitas keuangan atau perdagangan. \"Kebudayaan dalam segala bentuknya adalah kunci yang membuat sebuah kota menjadi menarik bagi orang-orang terdidik, dan karenanya kebudayaan itu menjadi bisnis yang membuka lapangan kerja,\" tulis laporan itu. Ada banyak elemen yang membentuk kota budaya. \"Baik itu toko rekaman, tempat konser musik skala besar atau kecil, perpustakaan dan toko buku, museum dan galeri seni, taman dan ruang terbuka hijau, lapangan sepak bola, jumlah pelajar, atau bahkan jumlah kafe dan bar,\" lanjut laporan itu. Ada beberapa kota di dunia yang layak dijadikan sebagai kota budaya. Paris yang berpopulasi 2,4 juta orang ini mempunyai 320 gedung bioskop, terbanyak di seluruh dunia. Kota ini juga punya 1.046 galeri seni, juga terbanyak di dunia. Paris juga memiliki 830 perpustakaan umum, lagi-lagi terbanyak di dunia. Ibukota Perancis ini juga menjadi kota yang memiliki 1.025 toko, terbanyak kedua di dunia. Paris juga punya 137 museum. Sedangkan London di Inggris yang punya penduduk sekitar 8,5 juta orang, unggul dalam jumlah museum, yakni 173. Selain itu, ibu kota Inggris ini punya 857 galeri seni, 383 perpustakaan umum, 108 gedung bioskop, 802 toko buku, dan 566 lokasi layar tancap. New York di Amerika Serikat unggul dalam jumlah gedung pertunjukan. Kota berjuluk Big Apple ini punya 420 gedung teater. Setiap tahunnya, pertunjukan teater di kota ini berhasil mengumpulkan penghasilan USD 28 juta dari penjualan tiket saja. Selain gedung pertunjukan, kota dengan 8,4 juta penduduk ini punya 721 galeri seni, 220 perpustakaan umum, dan 131 museum. Di Asia, Tokyo dianggap sebagai kota paling \"berbudaya\". Kota berpopulasi 13,3 juta orang ini punya 688 galeri seni, 377 perpustakaan umum, 230 gedung pertunjukan teater. Ibukota Jepang ini dinobatkan sebagai kota dengan toko buku terbanyak di dunia dengan jumlah gerai sebanyak 1.675. \"Kebudayaan adalah salah satu faktor penentu kesuksesan sosial dan ekonomi di berbagai kota dunia, yang sayangnya kerap kurang diteliti dan seringkali diremehkan,\" ujar Paul Owens, dari BOP Consulting, konsultan kebudayaan dan ekonomi kreatif, seperti dikutip The Guardian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: