Mau Nikah tapi Khawatir Cerai? Harus Kursus Dulu

Mau Nikah tapi Khawatir Cerai? Harus Kursus Dulu

Mengapa kasus cerai tinggi? radarcirebon.com mencatat faktor kegagalan rumah tangga memang kompleks. Rentetan alasan lain yang berefek domino pun mendasari berakhirnya rumah tangga seseorang. krisis akhlak, faktor ekonomi, ketiadaan sikap bertanggung jawab, kurangnya keharmonisan, alasan politis, kekejaman jasmani dan mental, gangguan pihak ketiga, pernikahan di bawah umur,pelangsungan kawin paksa, kondisi cacat biologis, serta kecemburuan menjadi daftar penyebab perceraian menurut data Badan Peradilan Agama (Badilag) Indonesia. Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengaku prihatin terhadap angka perceraian yang terus meningkat tiap tahun. Hal ini ia ungkapkan di hadapan ratusan aparatur sipil negara Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Tengah pada Senin (17/9/2018). Menurut Menteri Lukman, salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya pasangan bercerai adalah pergeseran makna dan nilai mengenai pernikahan dan perceraian. “Mereka sebelum nikah sudah saling bersepakat, antara pasangan laki-laki dan perempuan, \'Kalau kita nikah dua tahun saja, atau tiga tahun saja, setelah itu cerai\',” katanya, mencontohkan. “Tapi perjanjian yang disaksikan atas nama Tuhan. Dan semua agama sangat memuliakan pernikahan.” Lukman menekankan pentingnya pendidikan pra-nikah yang terstruktur, sistematis, dan terencana bagi calon pasangan untuk menekan angka perceraian. Ia lantas mengatakan bahwa Kementerian Agama serius membenahi pendidikan pra-nikah lewat pengembangan modul sejak dua tahun lalu. \"Sebelum generasi muda kita menjadi ayah dan ibu nantinya, mereka harus diberikan wawasan yang baik, agar angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga tidak semakin meningkat,\" jelasnya. Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama RI lewat buku laporan Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat Masyarakat Muslim (2016) menyebutkan pada 2001 ada 159.299 perkara yang diputus Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah (PA/MS). Angka perkara yang ditangani PA/MS lantas meningkat menjadi 167.807 kasus tahun 2006 dan 445.568 perkara di tahun 2015. Dari semua kasus tersebut, sebanyak 90 persen merupakan perkara perceraian. Berbagai alasan menjadi penyebab banyak pasangan memutuskan bercerai. Berdasarkan data yang dihimpun Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2010 hingga 2014, ketiadaan keharmonisan menjadi alasan utama yang membuat suami dan istri memilih berpisah. Sementara itu, tidak adanya tanggung jawab dan gangguan pihak ketiga serta faktor ekonomi menjadi penyebab lain terjadinya kasus perceraian. Agama Lukman Hakim Saifudin, menurut psikolog Nila Anggreiny, memang berguna untuk memberikan pemahaman mengenai konsep penting sebuah pernikahan. Menurutnya, seseorang yang ingin menikah seharusnya mengetahui tujuan dari perkawinan yang ia jalani. Nila menjelaskan bahwa calon pasangan bisa belajar tentang hal-hal yang harus dipersiapkan saat mereka menjalani kehidupan berumah tangga, termasuk soal penyelesaian masalah, lewat pendidikan pra-nikah. Pemerintah lewat Kantor Urusan Agama (KUA) dalam hal ini berupaya memberikan pendidikan pra-nikah bagi calon pasangan dengan mengadakan bimbingan dan kursus. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Lohbener Kabupaten Indramayu, H Nurudin SAg MHI mengungkapkan salah satu upaya yang bisa dilakukan, dengan memberikan pembekalan atau kursus kepada calon mempelai. Jadi sebelum melakukan pernikahan, calon mempelai yang sudah terdaftar di KUA diharuskan mengikuti kursus calon pengantin. Dalam kursus tersebut, calon pengantin akan diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai banyak hal. “Jadi setelah mengikuti kursus ini, calon mempelai diharapkan sudah paham tentang berbagai hal. Dengan demikian mereka diharapkan bisa menyelesaikan persoalan ketika terjadi persoalan dalam rumah tangga. Intinya, melalui kursus ini kami ingin menciptakan ketahanan rumah tangga dan menciptakan keluarga samawa (sakinah, mawadah, warohmah),” tandas Nurudin. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: