Lakukan Digitalisasi, LIPI Siapkan Akses Cepat dan Mudah untuk Koleksi Perpustakaan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI) terus berupaya meningkatkan kualitas pendokumentasian informasi ilmiah serta penyediaan akses informasi ilmiah kepada publik. Salah satunya melalui mekanisme digitalisasi koleksi serta penyiangan koleksi-koleksi yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Ke depannya, PDDI berbenah menuju perpustakaan digital serta co-working space untuk ruang kolaborasi serta aktivitas kreatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu upaya peningkatan layanan PDDI adalah melakukan proses weeding atau penyiangan koleksi yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman serta secara fisik sudah rusak parah. Hendro menjelaskan mekanisme weeding dan stock opname ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebijakan reorganisasi LIPI. ‘Mekanisme ini adalah mekanisme yang seharusnya berjalan rutin setiap tahun yang terakhir kali kami lakukan pada tahun 2015 silam,” ujar Pelaksana Tugas Kepala PDDI LIPI, Hendro Subagyo. Menurut Hendro, saat ini, penyiangan (weeding) ini disalahartikan sebagai penghapusan koleksi disertasi dan tesis dengan menjual koleksi tersebut. Mekanisme weeding adalah proses normal di dunia perpustakan untuk memeriksa koleksi perpustakaan, judul per judul untuk penarikan permanen berdasarkan kriteria penyiangan, terutama kondisi fisik dari koleksi tersebut. PDDI LIPI pada tahun 2018 menetapkan kebijakan penyiangan koleksi dengan memfokuskan penyiangan untuk koleksi tercetak yang jarang digunakan oleh pengguna, seperti Majalah Catu (Jurnal Internasional) yang dilanggan tahun 1991-1998, Jurnal Nasional, Tesis/Disertasi, dan laporan penelitan (hibah). Adapun kriteria dalam pelaksanaan penyiangan koleksi tersebut, yaitu: (1) umur dan fisik koleksi; (2) keefektifitasan dan efisensi pemanfaatan ruang perpustakaan; (3) pemanfaatan koleksi tercetak; (4) relevansi substansi koleksi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut Hendro menambahkan, Revolusi Industri 4.0 memungkinkan pertukaran informasi antar lembaga dapat dilakukan secara digital. Ditambah lagi, perkembangan teknologi informasi saat ini telah mendisrupsi perilaku pencarian informasi perpustakaan dan proses penerbitan literatur. Pencarian informasi saat ini dimudahkan dengan jaringan internet yang menyediakan akses kepada jurnal online dan buku digital yang bisa didownload dari aplikasi yang dimiliki perpustakaan. “Penerbitan jurnal khususnya di Indonesia sudah diarahkan untuk diterbitkan secara online dengan tujuan memperluas jangkauan pembaca. Berdasarkan data dari ISJD Neo (www.isjd.pdii.lipi.go.id) terdapat 14.801 judul jurnal yang dapat diakses secara online. Kemudian penerbitan buku juga sudah mulai bergeser ke dalam bentuk digital,” ujarnya. Inilah yang mendorong PDDI mengalihkan layanan Jurnal Nasional ke layanan digital dan online melalui sistem ISJD (pengguna harus registrasi dan tidak dikenakan biaya untuk akses artikel full text jurnal). “Saat ini, koleksi-koleksi fisik dari majalah dan jurnal internasional, sudah diganti dengan akses langganan versi digital. Sedangkan koleksi majalah dan jurnal dalam negeri termasuk yang dipertahankan koleksi fisiknya. Koleksi-koleksi penting dan bersejarah juga tetap kami simpan. Meskipun ada digitalisasi, fisiknya tetap kami pertahankan,” pungkas Hendro. Sementara untuk koleksi tesis dan disertasi yang masuk dalam literatur kelabu (grey literature), Hendro menjelaskan, tidak dipertahankan dalam bentuk cetak karena koleksi yang disimpan di PDDI adalah salinan tesis dan disertasi untuk dokumentasi metadata. “Berdasarkan Keputusan Menristekdikti No 44/M/Kp/VII/2000, setiap lembaga pemerintah wajib menyampaikan tiga salinan literature kelabu yang berkaitan dengan iptek. Satu rangkap untuk dijadikan sebagai bahan analisis dalam pembuatan kebijakan di Kemenristekdikti dan dua rangkap diserahkan ke PDDI untuk didokumentasikan dan diinformasikan ke masyarakat luas,” papar Hendro. Dirinya menjelaskan sebelum dilakukan penyiangan atau bahkan digitalisasi, PDDI memastikan tesis dan disertasi aslinya masih tersimpan di perguruan tinggi asal. “Lewat program Repositori-Depositori Ilmiah, kami memfokuskan ke preservasi data primer hasil penelitian dan kekayaan intelektual. Kami mulai melakukan proses digitalisasi aset-aset koleksi bersejarah agar tetap awet serta lebih mudah diakses masyarakat tanpa harus datang langsung ke PDDI LIPI,” ujar Hendro. Saat ini pihaknya melakukan analisis sampai 60 artikel dan dokumentasi digital sampai 200 artikel setiap hari. “Kami juga melakukan stock opname rutin sehingga rak-rak koleksi tersebut saat ini dalam kondisi kosong. Kami jadwalkan proses tersebut akan selesai pada bulan Mei,” tutupnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: