Pungutan Dilakukan Pihak Ketiga

Pungutan Dilakukan Pihak Ketiga

CIREBON-sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kelurahan Kemantren, Kecamatan Sumber, ada yang “menunggangi”. Dilakukan pihak ketiga dan tanpa sepengetahuan lurah Kemantren. Setelah sebelumnya diberitakan dan banyak menuai komentar pedas dari warganet di media sosial yang dialamatkan kepada pihak kelurahan, aliran dana sebesar Rp1 juta yang digelontorkan masyarakat dalam pembuatan sertifikat program PTSL yang seharusnya gratis, mulai terperinci. Itu dilakukan pihak ketiga dengan dalih sebagai pendamping program Usaha Kecil Menengah (UKM). Dia adalah Nunung. Wartawan koran ini juga dipertemukan dengan Lurah Kemantren, Ike S Agustina dan Nunung. Dalam pertemuan itu, Nunung menjelaskan dan meminta maaf kepada Ike karena melakukan pungutan kepada warga Kelurahan Kemantren, tanpa sepengetahuan pihak kelurahan. Namun, Nunung juga menjelaskan, dirinya tidak mematok besaran biaya kepada warga yang ingin membuat sertifikat tanah program PTSL. “Saya pihak ketiga, tidak ada kaitannya dengan desa, BPN atau juga dengan dinas. Nggak mematok Rp1 juta. Mau ngasih berapa aja terserah. Kalau mau ngasih Rp1 juta ya saya terima,” jelasnya. Nunung beranggapan, besaran uang yang diberikan warga dalam pembuatan sertifikat program PTSL bagi pelaku UKM, digunakannya untuk menunjang berbagai keperluan dalam pembuatan sertifikat. Seperti untuk membeli materai, fotokopi, transport dan sebagainya. Dirinya juga mengaku, telah memfasilitasi karena dimintai tolong oleh masyarakat, dalam hal ini pelaku UKM di Kelurahan Kemantren, untuk mendaftar program PTSL. “Kalau saya tidak dikasih siapa-siapa, mau dikasih sama siapa bensin saya? Makan saya, atau materai saya yang ganti siapa? Itu dasarnya. Saya cuma ngomong begitu ke warga. Kalau mau ngasih ya silakan. Nggak ngasih ya namanya kebangetan. Saya juga punya anak,” paparnya. Dalam kesempatan itu, Nunung juga meminta maaf secara langsung kepada Ike. Dirinya mengaku bersalah karena tidak memberikan informasi kepada lurah. Atas kejadian itu, Ike juga mengaku menjadi ragu untuk kembali mengambil program PTSL di tahun 2019 bagi warganya. Menurutnya, program PTSL rentan menimbulkan masalah dan menimbulkan kesan yang tidak baik kepada pihak kelurahan, jika terulang kejadian serupa. “Saya sendiri sudah mewanti-wanti kepada seluruh pegawai saya di kelurahan. Jangan sampai ada pegawai lurah Kemantren yang memungut uang dari masyarakat. Saya tegas orangnya. Saya sampaikan itu kepada mereka semua,” ujarnya. Terpisah, Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Cirebon Riswan Suhendi SH mengaku sempat dimintai konfirmasi oleh aparat penegak hukum terkait pungutan pengurusan sertifikat PTSL. Kepada Radar Cirebon, Riswan menegaskan, BPN tidak meminta iuran sepersen pun dalam pembuatan sertifikat PTSL. Kalau pun ada stafnya yang terbukti melanggar, Riswan meminta masyarakat untuk melapor dengan membawa bukti-bukti yang kuat. “Kalau dari BPN-nya sendiri, sebagaimana masyarakat sudah tahu, gratis. Istilah kami 0 rupiah. Jadi, ini dalam rangka pengukuran sampai dengan terbit sertifikat, kami tidak pungut biaya dari masyarakat,” terangnya, kemarin. Sementara untuk biaya fotokopi, pembelian materai, pemasangan tanda batas tanah, dan sebagainya, tidak ditanggung oleh pemerintah. Sehingga, keluarlah Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang ditunjukan kepada bupati atau walikota. Yakni, untuk mengalokasikan anggaran yang tidak dibiayai pemerintah dalam rangka menyukseskan program PTSL. “Di SKB itu, hanya boleh dibebankan kepada masyarakat sebesar Rp150 ribu per bidang. Itu yang diperkenankan dengan merujuk ke SKB 3 Menteri. Kemudian sebagai peraturan pelaksanaannya, ada Perbup No 5 Tahun 2018, yang cantolannya adalah SKB Menteri itu. Di situ disampaikan hanya dipungut Rp150 ribu per bidang,” paparnya. Uang Rp150 itu, katanya, di luar biaya pembuatan akte tanah. Untuk biaya pembuatan akte tanah, Riswan tidak dapat menyebut karena itu adalah kewenangan kecamatan. Dirinya kembali menegaskan, yang memungut di luar ketentuan yang ditetapkan, dapat dikenakan sanksi. “Itu yang melakukan (pungutan melebihi Rp150 ribu) kena sanksi. Kan tidak boleh dan dilarang. Jadi, karena aturannya ya itu. Hanya diperbolehkan Rp150 ribu per bidang. Di luar itu tidak boleh,” katanya. Terkait PTSL sektor UKM, Riswan juga menuturkan, hal itu tidak ada bedanya. Keduanya sama-sama masuk ke dalam program PTSL dengan biaya 0 rupiah. BPN, lanjutnya, hanya bekerja sama antara instansi sebagaimana yang dimaksud di SKB 3 Menteri. “Kerja sama hanya antar instansi, karena lintas sektor. Dan biayanya sama, baik itu PTSL atau UKM. Dari pemerintahnya sama, dan yang boleh dipungut hanya sebesar Rp150 ribu itu,” tukasnya. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: