Pasien Jiwa RSUD Arjawinangun Meningkat, Didominasi Mantan TKI Bukan Caleg

Pasien Jiwa RSUD Arjawinangun Meningkat, Didominasi Mantan TKI Bukan Caleg

CIREBON-Pasien dengan gangguan jiwa di RSUD Arjawinangun, cenderung meningkat. Didominasi mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, bukan mantan calon legislatif (caleg). Orang Gangguan Jiwa (OGJ) di RS Arjawinangun ditempatkan di Poli Jiwa. Terdapat 32 kamar poli jiwa di RS tipe B itu. Empat di antaranya ruang agitasi. Itu diperuntukan bagi OGJ yang tidak dapat dikendalikan dan membahayakan bagi yang lain. Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUD Arjawinangun dr Edi Jubaedi mengatakan, RS Arjawinangun menyediakan poli jiwa secara umum. Dia juga tidak membenarkan jika ada ruang khusus caleg di RS yang beralamatkan di Jl By Pass Palimanan-Jakarta, Kecamatan Arjawinangun itu. “Jadi tidak memisahkan antara yang berasal dari caleg ataupun dari masyarakat umum. Kita semua perlakukan sama dan ruang perawatan kami juga disediakan untuk umum,” katanya, kemarin. Poli jiwa sendiri ada di RSUD Arjawinangun sejak tahun 2010. Mengenai caleg yang mengalami gangguan kejiwaan di RS Arjawinangun, Edi mengaku belum pernah mengetahui kabar tersebut. Mengingat, pengalaman di tahun 2014, terbilang normal. Menurutnya, saat itu tidak ada pasien yang berasal dari caleg. Adapun mengalami peningkatan, disebabkan beberapa faktor. Seperti kesadaran masyarakat untuk mengirimkan keluarganya untuk dirawat dan sebagainya. Penyebabya bermacam-macam. Yang paling sering ditemui karena trauma fisik dan psikis. “Dan itu pasien kami kebanyakan dari tenaga kerja. Terutama tenaga kerja luar negeri. Kami menyediakan (ruangan) ya seperti itu. Untuk pemisahan antara caleg dan yang bukan caleg ke depannya, ya tergantung pak Direktur nanti,” ucapnya. Kasubag Humas RS Arjawinangun, Slamet Riyadi menuturkan, ruang agitasi dan semi tenang di poli jiwa RS Arjwinangun per hari kemarin (Jumat 15/3), sudah penuh. Tinggal tersisa tiga tempat tidur ruang tenang. Slamet juga kerap merasa dilema, karena pasien OGJ yang sudah dapat kembali ke rumah, atau dianjurkan melakukan pengobatan rutin, identitas keluarganya tidak dapat ditemukan. “Sedangkan ruangan di sini juga akan digunakan bagi pasien yang lain. Sementara saat mereka (OGJ, red) sudah waktunya dipulangkan dan menjalani pengobatan rutin. Keluarganya susah dihubungi karena identitasnya yang susah ditemukan atau keluarganya yang tidak menerima,” paparnya. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: