75% Hak Suara Tahanan Lapas Gintung Hilang Terganjal Regulasi Mengenai Domisili
CIREBON-Lebih dari 75 persen warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Narkotika Kelas II A Cirebon atau Lapas Gintung, tidak bisa menentukan hak suara Pemilu 2019. Regulasi mengenai asal daerah atau domisili, menjadi penyebab. Total ada 2 TPS dan 850 WBP di lapas yang beralamatkan di Desa Gintung Tengah, Kecamatan Ciwaringin itu. Namun yang terdaftar sebagai daftar pemilih tambahan (DPTB) hanya 189. Dikarenakan mayoritas WBP berasal di luar wilayah Cirebon. “Kendala yang kita alami, bahwa warga binaan yang memiliki identitas di luar Kabupaten Cirebon. Identitasnya sudah terekam, namun dia adalah warga di luar Kabupaten Cirebon. Jauh sebelum hari ini, kita sudah terus berkonsultasi dan menyampaikan surat kepada KPU, Panwas dan Disdukcapil. Hanya saja, memang terbentur terkait regulasi. Jadi KPU Kabupaten Cirebon tidak berani mengeluarkan surat keterangan. Bahwa warga binaan di kita untuk bisa ikut milih pada hari ini (kemarin, red),” ujar Kalapas Gintung, Jalu Yuswa Panjang, (17/4). Dari lima pemilihan yang ada, WBP hanya berhak menentukan empat, yakni DPRD Provinsi, DPRI RI, DPD dan Pilpres. Sementara untuk DPRD Kabupaten atau Kota, tidak meliputi. “Pemilu 17 April 2019, Lapas Narkotika Gintung ada 2 TPS, TPS 9 dan TPS 10. Seluruh pemilih A5. Jadi, daftar pemilih tambahan semua. TPS 9 jumlahnya 98, dan TPS 10 jumlahnya 91. Seluruh warga binaan kita hanya memilih untuk DPRD Provinsi, DPR RI, DPD, dan Pilpres,” imbuhnya. Lebih lanjut Jalu mengatakan, regulasi bagi WBP di Pemilu 2019 berbeda dengan 2014. Dikarenakan pada Pemilu 2014, mayoritas WBP dapat menentukan hak pilihnya walau berasal dari luar wilayah. “Kalau 2014, WBP bisa menggunakan surat penahanan untuk memilih presiden dan wakilnya. Jadi, mayoritas dari mereka memilih. Kita sebelumnya sudah mengantisipasi terkait hal itu dengan menyiapkan surat keterangan dari Disdukcapil. Siapa tahu saja bisa ikut memilih. Ternyata memang sudah aturan KPU pusat seperti itu,” jelasnya. Ketua KPPS Iwan Kuswandi mengatakan, kendala di Pemilu serentak 2019, adalah mengenai logistik yang terlambat dikirim. Untuk menanggulangi itu, petugas harus lembur hingga tengah malam. “Nggak kayak tahun-tahun kemarin. Kalau tahun kemarin jam 5 atau jam 6 hari sebelumnya, sudah sampai di sini. Kalau ini lambat. Ditunggu sampai jam 2 malem. Saya sampe tidur di sini nunggu. Ada yang kurang, C7. Untung kita cepat nge-print,” terangnya. (ade)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: