BPR Bantah Cicilan Barang

BPR Bantah Cicilan Barang

Berikan Klarifikasi Terkait Kasus Tukang Bubur KUNINGAN – Menanggapi pemberitaan eksekusi pengosongan rumah Erna Lesmanawati (39) di Desa Kertawangunan Kecamatan Sindangagung, Direktur Utama BPR Arthia Sere Cabang Cirebon Emmy M Siregar memberikan pelurusan. Satu hal mengenai cicilan berbentuk barang, pihaknya menampik bahwa cicilan Rp4 juta yang masuk itu berbentuk uang. ”Setelah beberapa angsuran tidak bayar, Bu Erna menjanjikan kepada kami untuk membayar langsung Rp4 juta. Itu pun setelah petugas kami bolak-balik. Katanya lagi menawarkan barang untuk dijual tapi belum laku,” jelas Emmy yang diperkuat oleh Pemimpin Cabang Kuningan, Afan, saat berada di Kuningan, kemarin (2/5). Petugasnya, lanjut Emmy, tidak sedang mencari barang tapi hanya menagih angsuran. Setelah memberikan tempo, akhirnya petugas BPR pun pulang dan datang kembali sesuai dengan tempo. ”Nah setelah itu Bu Erna merengek-rengek supaya dibeli oleh petugas kami saja. Nama petugas kami itu Pak Toni. Awalnya Pak Toni enggak mau, karena rumahnya pun masih ngontrak, buat apa beli barang,” tuturnya. Namun, Erna terus meminta Toni untuk membelinya, bahkan sampai terkesan mengemis. Karena kasihan akhirnya Toni mau membelinya dengan penawaran awal Rp5 juta, turun menjadi Rp4 juta. ”Jadi, BPR menerima uang dari Pak Toni karena sudah membelinya. Kami tidak menerima barang,” tandas Afan selaku pimpinan BPR Arthia Sere di Kuningan. Selanjutnya, Emmy menggunakan hak jawabnya secara tertulis terhadap kasus tersebut dari kronologis awal. Menurut dia, tidak ada proses yang janggal pada persoalan pengajuan kredit itu, lantaran sebelumnya Erna telah menandatangani Akta Perjanjian Kredit No. 18/207/KUK/KNG. ”Dalam pernjanjian dimaksud sudah ditentukan kewajiban-kewajiban dari Ibu Erna selaku debitur, di mana di perjanjian kredit ini pun telah diikat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 369/2011 tanggal 24 Juni 2011 di hadapan notaris dan juga telah dikeluarkan dengan sertifikat Hak Tanggungan No. 1582/2011 dari BPN,” bebernya diamini kuasa hukumnya, Ibnu Kholik SH MH. Terhadap kewajibannya, lanjut Emmy, Erna telah lalai melakukan pembayaran. Atas kelalaian tersebut pihaknya telah dengan kooperatif mengingatkan Erna untuk melakukan pembayaran angsuran yang merupakan kewajibannya. Setelah berulang-ulang memberikan peringatan, namun Erna tidak mengindahkan sampai kredit sudah masuk kategori macet. ”Kategori macet itu kalau sudah 13 bulan tunggakan. Kalau melihat Bu Erna, 1-3 bulan lancar, 4-6 kurang lancar, 7-12 diragukan. Akhirnya setelah 13 kali angsuran tidak membayar dinyatakan kategori macet. Jadi tidak melihat jatuh tempo sampai 2014,” jelasnya yang didampingi pula Direktur Operasional, Irsyad. Lantaran macet, pihaknya merencanakan permohonan lelang kepada KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) Cirebon. Tentu saja dengan terlebih dulu memberikan kesempatan kepada Erna untuk dapat menjual sendiri objek jaminan sejak Desember 2011. Sampai akhirnya pada 5 April 2012 Erna dengan diketahui suaminya membuat surat pernyataan meminta waktu lagi dan sanggup melunasi hutangnya sampai 26 April 2012. Namun sampai batas waktu tersebut, tidak terealisasi. ”Atas kondisi demikian, kami akhirnya mengajukan permohonan lelang ke KPKNL Cirebon 2 Mei 2012 sampai keluar penetapan jadwal lelang dari KPKNL tanggal 8 Juni 2012,” ungkapnya. Sebelum pelaksanaan lelang 8 Juni 2012, pihak bank masih memberikan kesempatan agar debitur melunasi semua kewajibannya. Tapi pengakuan Emmy, debitur tidak pernah mengupayakannya. Hanya sekitar 2-3 hari sebelum dimulai lelang, Erna berjanji mau membayar Rp40 juta tanpa membayar uang senilai itu sebagai pembayaran. ”Hanya sekadar janji tidak pernah ada membawa uang Rp40 juta ke bank sebagai pembayaran,” ucapnya. Sampai akhirnya terjadi proses lelang dengan pembeli lelang Agy Triyana. Proses lelang tersebut menurutnya sudah sesuai tahapan-tahapan lelang dan sesuai pula dengan Permenkeu No 93/PMK.06/2010. Pada 18 Juni 2012 pihak BPR telah memberitahu debitur secara tertulis bahwa masih ada sisa bersih hasil lelang sebesar Rp 89.321.700 yang merupakan hak debitur dan dapat diambil di BPR. ”Terhadap pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah objek jaminan debitur itu merupakan pengajuan dan permohonan pemenang lelang ke pihak PN Kuningan, bukan permintaan pihak bank,” terang Emmy. Kuasa Hukumnya, Ibnu Kholik SH MH menambahkan, hendaknya para pihak memahami secara jernih, bahwa ini murni lingkup keperdataan antara Erna selaku debitur dan BPR Arthia Sere selaku kreditur. Segala upaya BPR semua dilandasi proses aturan hukum yang berlaku. ”Diharapkan para pihak bersikap arip dan bijak tidak memperkeruh persoalan,” harapnya. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: