Dua Buruh Disekap dan Dianiaya
Empat Bulan Tak Terima Bayaran, Lapor ke Kontras dan Komnas HAM JAKARTA – Gaung hari buruh yang diperingati 1 Mei belum juga hilang. Namun, bukti bahwa buruh kerap diperlakukan tidak adil kembali terkuak. Itu terjadi pada dua buruh asal Lampung yakni Andi dan Junaidi yang mengadu nasib di pabrik kuali di Kampung Bayur Opak, Cadas, Tigaraksa, Tangerang, Banten. Dari penyelamatan, ditemukan puluhan buruh lain yang bernasib sama. Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menceritakan bagaimana kisah pilu itu terjadi. Berawal dari laporan 2 Mei lalu tentang adanya praktik perbudakan yang dilakukan oleh perusahaan pembuat kuali. ’’Korbannya, dua pemuda bernama Andi Gunawan (20) dan Junaidi (22) dari Lampung Utara,’’ ujarnya. Diceritakan, kalau keduanya diajak oleh seseorang tak dikenal untuk bekerja di Tangerang. Janjinya saat itu mereka akan bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji per bulan Rp700 ribu. Uang itu murni masuk ke kantong karena perusahaan nanti yang menanggung biaya makan dan tidur. Keduanya termakan promosi itu dan berangkat ke Tangerang pada Januari. Sesampainya di pulau Jawa, keduanya diserahkan ke orang lain yang membawanya ke pabrik pembuat kuali. Sebelum mulai bekerja, tas berisi baji, dompet dan handphone diambil pihak keamanan. ’’Ternyata, mereka disuruh kerja dari jam 06.00 hingga 24.00,’’ imbuhnya. Penderitaan tidak berhenti pada lamanya jam kerja yang mencapai 18 jam tersebut. Mereka hanya diberi makan pagi dan siang saja. Parahnya, selama bekerja dari Januari hingga April mereka dikurung dan tidak dibayar. Bahkan pakaian yang melekat tidak pernah ganti selama empat bulan. ’’Centeng atau keamanan perusahaan suka menganiaya juga,’’ ungkapnya. Tidak tahan dengan kondisi itu, mereka lantas melarikan diri dan pulang ke Lampung Utara. Sesampainya di kampung halaman, Andi dan Junaidi melapor ke Kepala Desa. Laporan juga diteruskan ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Komnas HAM. Tidak butuh waktu lama, aduan itu ditindaklanjuti dengan pelaporan juga ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Penggerebekan di perusahaan itu lantas dilakukan oleh Polda Metro Jaya dan Polres Tangerang. Aparat juga menangkap pemilik perusahaan dan pihak keamanan pabrik. ’’Ternyata, ada buruh pabrik illegal lain yang berada di Tangerang,’’ katanya. Hingga sekarang, menurut Noor Laila, masih dilakukan terhadap saksi korban dan pelaku di Polres Tangerang. Dia berharap agar kasus itu segera diselesaikan karena jelas melanggar HAM. Kepala Divisi Advokasi dan HAM Kontras, Yati Andriyani, menambahkan kalau buruh tiap hari hanya diberi makan lauk sambal dan tempe. Untuk mandi saja mereka hanya diberi sabun colek di satu kloset tanpa bak mandi. Sedangkan tempat tidur, hanya di ruangan sekitar 40x40 meter persegi yang diisi 40an buruh. ’’Ruangan tak memiliki jendela dan ventilasi. Berbau, pengap, dan kotor,’’ kata Yati. Dalam laporannya ke Kontras, mereka mengaku telah menjalani kerja paksa. Tidak hanya pukulan, kadang timah panas juga mampir menyengat kulit mereka. Saat diselamatkan, badan buruh sudah kusam karena efek dari pekerjaan mengolah limbah timah yang dijadikan kuali. Terpisah, Kasat Reskrim Polres Kota Tangerang, Kompol Shinto Silitonga mengatakan, dari penggerebekan itu petugas mengamankan 25 pekerja lainnya. Malah, ada empat buruh yang masih di bawah umur. Sedangkan dari pihak perusahaan, polisi menangkap lima mandor, sopir, pemilik perusahaan berinisial JK dan istrinya. ’’Pemeriksaan masih kami lakukan. Ternyata, pabrik itu tidak mempunyai izin operasi dari Pemkab Tangerang,’’ tuturnya. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar menuntut pelaku penyekapan buruh di Tangerang dihukum berat. ’’Penyekapan ini bukan saja pelanggaran aturan ketenagakerjaan yang berat, melainkan sudah termasuk dalam pelanggaran hak-hak asasi manusia,’’ kata dia. Sejak kemarin pagi, Muhaimin langsung menginstruksikan petugas pengawas ketenagakerjaan Kemenakertrnas dan Pemkab Tangerang untuk koordinasi dan bergabung dengan Polres Tangerang. ’’Tujuan utamanya untuk identifikasi tindak pidana bidang ketenagakerjaan,’’ katanya. Muhaimin menegaskan bahwa praktik perburuhan di Tangerang ini harus dituntut secara pidana, bukan hanya aturan ketenagakerjaan. Menteri yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, saat ini penyidik pengawas ketenagakerjaan (penyidik pegawai negeri sipil/PPNS) sedang melakukan penyidikan untuk penyusunan BAP. ’’BAP oleh PPNS ini terpisah dengan BAP kepolisian. BAP PPNS untuk tindak pidana ketenagakerjaan,’’ jelas Muhaimin. Dengan adanya dua BAP yang terpisah itu, besar kemungkinan pelaku kejahatan ini akan ditutut secara berlapis. Yakni pidana murni dan pidana atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Selain penanganan hukum, Muhaimin juga mengingatkan kondisi para buruh atau korban harus diperhatikan juga. Di antaranya mereka harus mendapatkan bantuan dan pertolongan darurat. ’’Supaya kesehatannya pulih. Baik secara fisik maupun mental,’’ kata dia. Muhaimin menuturkan, setelah urusan hukum rampung, dia akan memberikan pilihan kepada seluruh buruh korban kejahatan tadi. Di antaranya adalah menawari apakah mereka ingin kembali ke kampung halaman atau kembali mencari kerja di tempat yang layak. ’’Kemenakertrans akan berusaha memfasilitasinya,’’ katanya. (wan/dim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: