Korban Perbudakan Dipulangkan

Korban Perbudakan Dipulangkan

Pelaku Usaha Dijeratb Tiga Undang-undang JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tidak tinggal diam mengusut kejahatan perburuhan (perbudakan) yang terjadi di sebuah pabrik panci di Tangerang. Hasil koordinasi dengan pihak kepolisian, para tersangka sekaligus pemilik usaha akan dijerat tiga undang-undang (UU) sekaligus. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Kemenakertrans Muji Handaya menuturkan, ketiga UU itu adalah UU pidana umum, UU ketenagakerjaan, dan UU Perlindungan anak. Dari banyaknya UU yang menjerat itu, Muji mengatakan hukuman pelaku bakal berat. \"Kejadian di Tangerang ini kita tidak bisa berkata apa-apa. Itu sadisme, premanisme, perbudakan dan segala apapun kita semua bersama-sama harus memberantas itu,\" katanya kemarin. Menurutnya pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum berat. Sehingga bisa menimbulkan efek jera. Banyaknya usaha kecil dan menengah yang tersebar di sejumlah daerah, berpotensi menjalankan produksi seperti kasus di Tangerang itu. Muji menuturkan para pengusaha yang mempekerjakan para buruh wajib menaati aturan ketenagakerjaan dan memperlakukan para pekerja dengan layak. Muji mengatakan koordinasi antara Kemenakertrans dan kepolisian terus berlanjut. Perkembangan terbaru, Kemenakertrans memantau proses pemulangan para korban ke daerah asalnya di kawasan Lampung Utara dan Cianjur. Pada Sabtu malam lalu, setelah menjalani kontrol kesehatan seluruh korban perburuhan sadis alias perbudakan itu telah dinyatakan boleh dipulangkan. \"Pemulangan ini juga dilakukan setelah pemberkasan penyidikan oleh kepolisian dan pegawai pengawas ketenagakerjaan (PPNS/penyidik pegawai negeri sipil, red) telah tuntas,\" tutur Muji. Dari hasil penyidikan pegawai pengawas ketenagakerjaan disebutkan bahwa semua pihak telah memahami bahwa kegiatan ekonomi tadi telah melanggar seluruh peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, masalah ketenagakerjaan di bidang pengubahan, gaji para pekerja tidak dibayar selain itu juga pengusaha tidak memberikan upah minimum. Masalah lainnya adalah mempekerjakan anak, pada bentuk pekerjaan terburuk, tidak mau memberikan jaminan sosial, serta tidak ada jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. \"Intinya semua aturan perburuhan dilanggar,\" katanya. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Siane Indriani, mengatakan pihaknya akan memerjuangkan supaya seluruh korban kekejaman itu mendapatkan haknya. Sebab mereka sudah melaksanakan pekerjaan. \"Jumlahnya memang belum pasti, datanya masih kita konkretkan. Ada yang bilang 22 orang, 34 orang, 35 orang. Antara 30 orang sampai 40 orang lah,\" ujarnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group), tadi malam. Sampai dipulangkan kemarin, seluruh pekerja nahas itu tidak menerima jerih payahnya selama bekerja. Siane mengatakan, tidak sepeser pun dari uang yang semestinya menjadi hak mereka diberikan. \"Kita akan memaksa supaya hak mereka dibayarkan. Siapapun lah (bukan hanya pelaku, red). Ini kan juga kelalaian pihak pemerintah,\" tegasnya. Kelalaian pihak pemerintah teridentifikasi mulai dari level paling bawah yaitu kepala desa setempat sampai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi baik di daerah Tangerang atau di lokasi perkara maupun pusat. \"Bayangkan itu terjadi di tempat yang dekat dengan ibu kota. Di tempat yang padat penduduknya juga,\" sesalnya. Memang pada akhirnya Siane bisa memahami jika aparat desa setempat tidak melakukan tindakan. Sebab ternyata sang pemilik usaha ilegal itu merupakan ipar dari kepala desa setempat. \"Warga sekitar juga tidak tahu. Mereka hanya sering melihat suka ada yang melarikan diri. Dan walaupun tahu mereka tidak berani melapor,\" ungkap Siane yang kemarin malam mendatangi lokasi keji itu. Dari beberapa orang yang diwawancara Siane, tempat tersebut memang \"angker\" karena sering dijadikan tempat berkumpul para aparat keamanan dari wilayah setempat. Terlebih preman yang menjadi mandor juga merupakan preman yang cukup disegani. Dari penelusurannya, Siane mengatakan bahwa praktik usahanya sudah terjadi sejak sekitar tahun 2001. Mulanya sebagai pengolah limbah untuk dijadikan batangan aluminium. Baru beberapa tahun ini saja ada produksi panci dan wajan. \"Saya wawancara pekerjanya yang pernah kerja sekitar tahun 2003 sampai 2004. Awal-awal mereka kerja pakai kontrak tiga bulan dan tidak ada masalah. Cuma mungkin melihat uang mereka jadi berubah dan aneh,\" sindirnya. Namun sampai saat digerebek akhir pekan kemarin usaha yang sudah berlangsung lebih dari 10 tahun itu belum memiliki badan hukum, baik itu sekadar Commanditaire Vennotschaap (CV) terlebih Perseroan Terbatas (PT). \"Mereka ini ilegal. Maka kami meminta supaya polisi mendesak mereka memberikan hak para korban. Pemerintah terkait juga jangan diam,\" pintanya. (wan/gen)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: