Banjir di Gebang, Tahun Ini Dianggap Paling Besar, Bisa Terulang Lagi, Harus Normalisasi Sungai Ciberes

Banjir di Gebang, Tahun Ini Dianggap Paling Besar, Bisa Terulang Lagi, Harus Normalisasi Sungai Ciberes

CIREBON-Banjir yang menerjang desa-desa di Kecamatan Gebang sudah surut. Air mulai meninggalkan pemukiman sejak Rabu malam (1/5) dan benar-benar surut Kamis dini hari (2/5). Tapi, bukan berarti sudah selesai. Masih ada endapan lumpur di rumah-rumah warga. Hingga Kamis (2/5) siang, warga masih membersihkan lumpur dari rumah masing-masing. Termasuk menjemur berbagai perabotan rumah yang dua hari sebelumnya terendam banjir. Proses pendataan pun terus berjalan, mendata warga yang terdampak banjir. Camat Gebang Asep Nurdin menuturkan, pihaknya masih mengumpulkan data valid terkait dampak dari banjir besar yang menerjang desa-desa di wilayah kerjanya. “Beberapa kuwu sudah mengirimkan datanya. Kita masih tunggu data yang lain. Jadi data globalnya belum bisa kita sampaikan karena belum saya terima seluruhnya,” ujarnya. Menurutnya, warga dan perangkat desa tengah fokus melakukan bersih-bersih di lingkungan tempat tinggal masing-masing.  “Ini (data warga terdampak banjir, red) belum valid. Tapi dari perhitungan sementara, jumlah korban terdampak banjir di Kecamatan Gebang lebih dari 2.000 jiwa. Kita masih tunggu update-nya. Tentu ketika mendata seperti ini harus by name by addres. Harus sesuai,” imbuhnya. Sementara itu, Kasi Pemerintahan Desa Gebang Udik, Kecamatan Gebang  Toto Setianto mengatakan, banjir yanag terjadi kemarin merupakan yang terbesar yang pernah ia rasakan selama tinggal di Desa Gebang Udik. Meskipun sebagai wilayah langganan banjir yang hampir dirasakan setiap tahun, namun tahun ini merupakan yang terbesar. “Sedari saya kecil lihat banjir, tapi tidak seperti ini. Yang besar seperti ini baru sekarang. Sudah begitu surutnya lama,” katanya. Ada beberapa wilayah yang sebelumnya tidak pernah terkena banjir dan bahkan termasuk wilayah bebas banjir, kini sama-sama merasakan banjir. “Seperti Dusun II itu tidak pernah banjir. Kalau Blok Lebak banjir, Dusun II biasanya tidak pernah karena datarannya lebih tinggi. Tapi banjir kemarin hampir merata, semuanya kena. Ini paling besar, jauh lebih besar ketimbang banjir besar tahun 2017,” bebernya. Meskipun demikian, tidak ada warga yang sampai mengungsi ke balai desa. Warga terdampak banjir memilih bertahan di rumah masing-masing menunggu air Sungai Ciberes surut. Kalau pun ada warga yang mengungsi, lebih memilih ke rumah kerabat atau tetangga yang lebih aman. “Kita sebenarnya ada pengungsian. Sudah kita siapkan, tapi warganya tidak mau. Mereka bertahan di lokasi. Kalau pun ada, itu yang lansia dan anak-anak serta ibu hamil. Itu pun paling ke rumah tetangga yang aman atau ke rumah kerabat,” lanjut Toto. Warga, masih kata Toto, menginginkan sejak jauh hari dilakukan normalisasi sungai. Hal ini karena sudah sangat lama sekali Sungai Ciberes tidak dinormalisasi sehingga terjadi pendangkalan. “Kalau tidak dilakukan normalisasi, kemungkinan terjadi banjir lagi. Karena sungai semakin menyempit dan dangkal. Harus ditanggul juga biar air tak langsung ke pemukiman. Yang perlu diperhatikan juga, Sungai Ciberes ini hulunya di Kuningan, jadi perbaikan dan program pencegahan banjir di Cirebon harus menggandeng Kuningan juga,” paparnya. Sementara itu, antisipasi pasca banjir yang dilakukan lainnya adalah dengan membuka posko kesehatan. Di posko yang sudah dibuka sejak terjadinya banjir tersebut, warga bisa berobat secara cuma-cuma. Tenaga medis posko kesehatan Kecamatan Gebang, Fitria Indriani, mengatakan, pasca bencana banjir yang terjadi di Gebang, setidaknya sudah 40 warga yang berobat ke posko kesehatan yang berlokasi di Balai Desa Gebang Udik. “Paling banyak keluhannya pusing-pusing dan gatal. Selain itu ada juga yang pegal-pegal. Itu gejala umum korban terdampak banjir,” ungkapnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: