Kuota PPDB Sulit Terwujud
Terus Dipersoalkan, Lebih Baik ke Sistem Tahun Lalu KEJAKSAN- Usulan Disdik Kota Cirebon untuk memberlakukan kuota 75 dan 25 (jalur umum dan khusus) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2013 bisa jadi tidak akan terwujud. Langkah disdik ini terus dipersoalkan, apalagi dianggap hanya akan menghidupkan budaya titip-menitip. Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Cirebon, A Halim Faletehan mengatakan harus ada ketentuan yang jelas terkait keberadaan kuota, khususnya kuota 25 persen (jalur khusus). Kalau jalur khusus itu diperuntukkan bagi anak-anak guru dan juga siswa-siswi berprestasi, harus ada kualifikasi yang jelas dalam penerimaan pada jalur khusus itu. “Memang disebutkan di undang-undang, untuk anak guru boleh ada keringanan. Tapi juga kan harus memenuhi syarat akademik. Bukan asal diterima saja. Kalau sekarang semua anak guru diakomodir, itu gimana? Dalam hal ini juga harus selektif. Ini yang harus dipertanyakan syaratnya. Ada pertimbangan pada kualitas,” ujarnya, Rabu (8/5). Lebih lanjut dijelaskan Halim, selain anak guru, jalur prestasi pun harus ada kejelasan, mulai dari tingkat kejuaraan, hingga prestasi yang diraih oleh siswa. Bila hal ini tidak diindahkan, atau penerimaan siswa jalur khusus ini tidak ada syarat akademik apa pun, Halim menilai kalau pemberian kuota 25 persen ini seolah-seolah menjadi cara untuk melegalkan aksi titip-menitip siswa atau jual beli kursi. Karena, sambung dia, pembedaan jalur masuk, atau keberadan jalur khusus ini memang sangat rawan pada indikasi titip-menitip atau jual beli kursi. “Maka dari itu, harus jelas kualifikasinya. Syarat-syaratnya seperti apa. Kalau hanya asal saja, ya itu tidak benar. Yang ada akhirnya seolah-olah disdik mencari cara untuk melegalkan budaya titip-menitip,” lanjutnya. Selain itu, Halim juga menyoroti keberadan program bina lingkungan dalam PPDB. Dikatakan Halim, seharusnya program tersebut dikhususkan pada masyarakat miskin atau kurang mampu yang berada di lingkungan sekolah. Bukan untuk masyarakat yang mampu. “Karena keberadaan bina lingkungan ini juga akhirnya rawan terjadi jual beli atau titip-menitip,” ujarnya. Dalam pelaksanaan PPDB ini, Halim mengatakan pada dasarnya BMPS meminta agar terjadi pembagian siswa yang merata antara sekolah negeri dan swasta. Karena pada dasarnya, sekolah swasta juga berdiri berkat dukungan pemerintah. Termasuk dengan diberikannya akreditasi pada sekolah swasta. Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon HM Ayatullah Roni juga menolak dan tidak setuju dengan kuota 25 persen yang diberikan dinas pendidikan untuk jalur khusus. Ditemui di Kantor DPC Partai Demokrat di Jl Kusnan, Kamis (9/4), Roni mengatakan keberadaan kuota 25 persen ini bisa menjadi celah untuk terjadi beragam penyimpangan. Dia menyarankan, alangkah lebih baiknya bila pelaksanaan seperti tahun kemarin, tanpa ada jalur khusus seperti yang diusulkan saat ini. “Dari pelaksanaan yang kemarin, tinggal diperbaiki secara teknis saja. Karena pada dasarnya sistemnya sudah baik. Saya khawatir, dengan adanya kuota 25-75 seperti yang disarankan oleh dinas pendidikan, ini akhirnya dijadikan celah untuk penyimpangan-penyimpangan,” ujarnya. Tidak hanya itu, untuk meminimalisasi penyimpangan yang dilakukan oleh berbagai pihak, Roni pun menyarankan untuk nantinya dibuat pakta integritas. Isinya menyepakati pelaksanaan PPDB yang bersih dan tanpa titip-menitip. Pakta integritas itu nantinya akan ditujukan pada seluruh anggota DPRD Kota Cirebon, pejabat eksekutif dan juga unsur muspida. “Saya juga nanti akan minta pada teman-teman seluruh anggota dewan, muspida, dan eksekutif untuk membuat pakta integritas, karena pada dasarnya, komitmen dalam pelaksanaan PPDB itu juga penting,” ujarnya. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: