Jangan Paksa Masuk Sekolah Favorit

Jangan Paksa Masuk Sekolah Favorit

PGRI Setuju Kuota PPDB Kepsek Minta Dikaji Ulang KEJAKSAN – Pembagian jatah kursi (kuota 75 dan 25) pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2013 masih terus menuai pro kontra. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), termasuk yang mendukung langkah Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon untuk memberlakukan kuota, termasuk bagi anak guru (kuota 25 persen). Ketua PGRI Kota Cirebon Djodjo Sutardjo MM mengatakan, PGRI mendukung langkah disdik untuk memberikan apresiasi dan penghargaan kepada siswa yang berprestasi. Terkait komposisi kuota jatah kursi PPDB 75 persen untuk siswa baru melalui jalur umum dan 25 persen untuk siswa khusus dan berprestasi, Djodjo tidak mempermasalahkannya. Untuk jatah anak PGRI, menurut Djodjo, hal itu sudah diatur dalam undang-undang yang memberikan keistimewaan untuk anak guru. Artinya, kata dia, anak PGRI berhak mendapatkan bagian dalam komposisi tersebut. Namun dia tak setuju jika anak PGRI tidak berprestasi, lantas akan dipaksakan untuk masuk ke sekolah tertentu (favorit). Sebagai contoh, lanjutnya, jika anak guru itu memiliki standar nilai yang tidak bisa masuk di SMAN 1, maka aturan jatah kuota itu tidak berlaku. Djodjo beralasan, selain bertentangan dengan semangat pendidikan, langkah pemaksaan kehendak meskipun itu anak guru, hanya merugikan anak tersebut. Di saat tidak mampu dengan akselerasi pengajaran di sekolah tertentu dan harus dipaksakan, secara psikologis siswa akan tertekan dan tidak maksimal. Bahkan, sangat mungkin tidak dapat melanjutkan pendidikan hingga selesai. “Saya tidak setuju jika ada pemaksaan. Sekalipun untuk anak guru,” tegasnya kepada Radar, Minggu (12/5). Terkait pro kontra komposisi kuota 75 dan 25 persen, Djodjo menganggap hal itu sah dan wajar. Menurutnya, terpenting dalam hal ini adalah komitmen bersama untuk tidak memaksakan kehendak. Karena, sehebat apapun aturan dibuat, jika tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan integritas kuat, semua itu akan sia-sia. Dikatakan Djodjo, PGRI akan mendukung segala kebijakan yang bertumpu pada hasil musyawarah. Di mana, kepentingan peningkatan kualitas menjadi acuan dalam memutuskan berbagai kebijakan pendidikan. “Jika rencana pembagian kuota itu dianggap terbaik, silakan. Jika sebaliknya, jangan dipaksakan,” pesannya. Sementara Kepala SMAN 8 Cirebon Nendi SPd MM mengatakan, pembagian kuota yang diusulkan disdik memiliki semangat memajukan pendidikan Kota Cirebon. Namun, Nendi mengharapkan agar rencana itu kembali dikaji secara matang. Menurutnya, dengan kajian yang melibatkan komponen terkait sebelum menjadi keputusan, hal itu merupakan langkah terbaik. “Setiap membuat kebijakan, kajian harus matang dan komprehensif. Selaku kepala sekolah, saya mendukung langkah terbaik untuk Kota Cirebon,” ujarnya. Secara pribadi, Nendi menyetujui apa yang diusulkan DPRD Kota Cirebon dan disdik terkait kebijakan membuat pakta integritas. Termasuk jika akhirnya kepala sekolah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam PPDB tahun 2013 ini. Menurutnya, semua kepala sekolah memiliki harapan yang sama dengan dirinya. Yakni, transparansi dalam PPDB dan komitmen semua pihak untuk mengikuti aturan yang telah disepakati. Tanpa ada pemaksaan kehendak dari siapa pun, Nendi yakin PPDB tahun 2013 ini akan berjalan sesuai harapan. Terpenting, komitmen bersama untuk menjaga PPDB dari pemaksa kehendak. Termasuk, aksi titip menitip siswa didik baru yang tidak sesuai aturan. Hal ini sedikit banyak merugikan dunia pendidikan Kota Cirebon. “Jangan ada lagi aksi titip menitip. Komitmen bersama harus dilaksanakan,” ucapnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: