Wagub Ajak Daerah di Jabar Zero HIV/AIDS 2030

Wagub Ajak Daerah di Jabar Zero HIV/AIDS 2030

BANDUNG – Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat berkomitmen melakukan sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk mengakhiri epidemi atau zero HIV/AIDS pada 2030. “HIV/AIDS bukan hanya masalah di dunia kesehatan, tapi juga sosial,” kata Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhalul Ulum usai membuka pertemuan koordinasi penguatan kelembagaan Komisi Penanggulangan  AIDS (KPA) se-Jawa Barat di Aula Timur Gedung Sate, Bandung, kemarin (24/6). Menurut Uu, penderita HIV/AIDS atau disebut Odha, setiap tahun terus bertambah. Tidak hanya  warga perkotaan, tapi juga menyasar ke desa-desa. Maka, soliditas berbagai pihak terkait manjadi kunci merealisasikan zero HIV/AIDS pada 2030. “Peran tokoh agama atau ulama dan guru, perlu dilibatkan,” tuturnya. Oleh sebab itu, diharapkan, masyarakat berhenti memberikan stigma negatif terhadap Odha. Kemudian, penguatan peran dari seluruh pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat. Pasalnya, semua pihak perlu bergerak melalui berbagai upaya konkret dan cepat. “Saya minta kepada daerah,  harus concern supaya gayung bersambut. Di provinsi ada keputusan dan program disambut oleh pemerintah kota dan kabupaten, sehingga semuanya bergerak untuk menuntaskan masalah HIV/AIDS di Jawa Barat ini,” harapnya. Hal senada juga sampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Berli Hamdani. Menurutnya,  sinergi dan kolaborasi perlu dibangun melalui berbagai sumber daya, mulai dari pendanaan, Sumber Daya Manusia (SDM), sampai logistik seperti obat-obatan. “Bukan hanya oleh Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan, tapi harus semua pihak,” tuturnya. Dijelaskan, salah satu upaya yang tengah dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat saat ini adalah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan. Caranya, melalui pemberian pendidikan perubahan perilaku atau disebut IPP (Intervensi Perubahan Perilaku). IPP adalah upaya untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap seks agar bisa mempraktikkan secara aman. “Seks yang aman ini sebenarnya bukan dengan orang lain, tapi dengan pasangan sendiri (suami/istri). Karena sekarang ini banyak ibu rumah tangga yang terkena HIV/AIDS, mereka tidak tahu dari mana,” jelasnya. Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, tren peningkatan Odha ada di kalangan ibu rumah tangga (IRT), yakni sekitar 20 persen dan terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Mereka menjadi kelompok yang mengalami tren peningkatan cenderung tinggi, selain PSK dan pelajar/mahasiswa. “Saat ini, di Jawa Barat, sudah ada 37.485 kasus HIV dan 10.370 kasus AIDS,” ujar Berli. Peningkatan ini, lanjut Berli, bisa terjadi karena kurangnya sosialiasi atau terputusnya rantai kegiatan sosialisasi. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh masih tabunya orang Indonesia dalam membicarakan kekurangan kepada pasangannya sebelum menikah. “Kecenderungan orang kita ini masih tabu untuk membicarakan kekurangan dari masing-masing diri kepada pasangannya. Padahal, kalau dari awal sudah dibicarakan, misal bahwa saya ini penderita (HIV/AIDS), mungkin tidak akan terjadi penularannya. Jangan sampai tidak diketahui oleh pasangannya,” ucapnya. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri atau melapor juga penting dalam mencegah dan mengatasi HIV/AIDS. Apalagi saat ini, baik pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota sudah mulai membuka klinik Voluntary Counselling and Testing (VCT). Klinik ini bisa diartikan sebagai tempat konseling dan tes HIV sukarela (KTS) dan Pusat Informasi Konseling yang bekerjasama dengan BKKBN dan BNN. “Kalau ini secara masif dilaksanakan, Insya Allah nanti akan semakin banyak orang yang secara sukarela memeriksakan kondisinya,” imbuhnya. Pada kesempatan ini, Uu menyerahkan lembar komitmen bersama Gubernur Jawa Barat dan bupati/walikota se-Jawa Barat tentang penanggulangan HIV/AIDS secara terpadu. Melalui gerakan pencegahan ancaman radikalisme, narkoba, HIV/AIDS, dan kekerasan untuk mewujudkan Jawa Barat Juara Lahir Batin kepada 27 bupati/walikota se-Jabar. Lembar komitmen ini telah ditandatangani pada 30 Oktober 2018. Hadir secara langsung untuk menerima lembar komitmen itu, yaitu Walikota Sukabumi, Walikota Cirebon, Wakil Bupati Sukabumi, Wakil Walikota Tasikmalaya, dan Wakil Walikota Bandung. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: