Berlangsung Berabad-abad, Cirebon Kaya Simbol Iluminasi

Berlangsung Berabad-abad, Cirebon Kaya Simbol Iluminasi

BEBERAPA waktu lalu, Illuminati ramai menjadi perbincangan publik setelah viral gambar masjid Al Safar rancangan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang dituduh memuat simbol Illuminati, yaitu berbentuk segitiga pada bagian mimbar. Tak perlu heran, tradisi penggunaan simbol-simbol telah ada berabad-abad lalu, salah satunya terlihat dalam teks-teks naskah milik kerajaan-kerajaan di Nusantara. Iluminasi banyak ditemukan di manuskrip Nusantara, termasuk di dalam naskah-naskah Melayu. Koleksi naskah Melayu (prosa dan syair) di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia saja ada 45 naskah beriluminasi. Surat-surat beriluminasi adalah sarana diplomasi di masa lalu antara raja-raja nusantara dan pemerintah Hindia Belanda. Surat- surat itu di tulis di atas kertas berukuran besar dan berhiaskan bermacam-macam pola dekor yang berwarna-warni. Sebagian kertas itu, yang dibuat di berbagai kerajaan Nusantara, patutu dipandang sebagai bagian dari seni lokal di masa silam. Surat- surat itu sekaligus merupakan dokumen penting bagi sejarah lokal, karena mengandung informasi tentang berbagai bidang seperti urusan diplomatik, keadaan politik, perdagangan, dan mencerminkan kompleksitas hubungan antara raja-raja Nusantara dan pemerintah Belanda. Pakar filologi Melayu dan iluminasi, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Dr. Mu’jizah memgungkapkan bahwa iluminasi merupakan istilah teknis dalam ilmu pernaskahan yang mengacu pada naskah bergambar sebagai hiasan. \"Gambar-gambar pada naskah tersebut menjadi sangat menarik adanya bukan hanya karena keunikan bentuk dan paduan warna yang indah, namun juga memiliki keterkaitan dengan isi naskah yang layak dikaji juga menarik untuk diteliti,\" ungkapnya dalam Diskusi Naskah Nusantara seri ke-15:  Iluminasi dalam Naskah-Naskah Nusantara, 4 Juli lalu. Surat-surat beriluminasi banyak ditemukan dalam naskah raja-raja di Nusantara, terutama naskah Melayu. Salah satu yang termegah adalah surat Sultan Iskandar Muda dari Aceh kepada Raja James I dari Inggris. Surat yang dibuat tahun 1615 itu menggunakan motif bunga popi. Dengan panjang hampir 1 meter, surat Sultan Iskandar Muda tersebut bertabur emas. Surat lainnya yang tidak kalah menakjubkan adalah surat Raja Ali dari Pulau Penyengat, Riau, tanggal 6 Juli 1849. Surat itu ditujukan kepada Gubernur Jenderal Jan Jacob van Rochussen di Batavia. Isi surat tersebut adalah ucapan duka cita atas wafatnya Raja Willem II, dan ucapan selamat atas diangkatnya Raja Willem III. “Surat ini sangat unik, hiasannya sangat beragam dengan motif dua buket bunga dengan bunga mawar, bunga matahari, dan bunga krisan. Hiasan lainnya tebaran bunga kenanga dan rangkaian swastika,” tulis Mu’jizah dalam Iluminasi dalam Surat-Surat Melayu Abad ke-18 dan ke-19. Dalam buku Golden Letters: Writing Tradsions of Indonesia, Annabel Teh Gallop dan Bernard Arps mendokumentasikan khazanah surat-surat Melayu di Nusantara. Walau tidak menjelaskan isi teksnya, buku tersebut memperlihatkan kekayaan iluminasi dalam sejarah pernaskahan kerajaan-kerajaan Nusantara. Surat yang dibuat oleh raja-raja Melayu itu biasanya berisi ucapan terima kasih, permintaan bantuan, izin perdagangan, ataupun masalah-masalah ekonomi lainnya. Umumnya surat-surat itu ditulis menggunakan huruf arab karena hingga abad ke-19 di wilayah Melayu masih belum tersebar secara merata penggunaan huruf latin. Iluminasi dari kata illuminate,yaitu to make something clearer or easier to understand,atau to decorate something with light. Menurut Gallop dan Arps, padanan kata iluminasi dalam bahasa Indonesia adalah seni sungging. Sementara di Yogyakarta disebut renggan wadana. Dalam kitab babon tarekat Sattariyah Keraton Kaprabonan ada istilah nurgiri ciptarengga, nama bukit tempat Sunan Gunungjati menyampaikan syiar Islam. Bukit tersebut digambarkan terang benderang karena disinari lampu hiasan yang dirancang dengan indah. Kata ciptarengga dalam bahasa Cirebon memiliki makna yang sama dengan renggan wadana dan illumination.

\"Salah satu wilayah yang memiliki kekayaan iluminasi adalah Cirebon yang merupakan border area antara dua kutub kebudayaan besar yaitu Jawa dan Sunda,\" tulis Achmad Opan Safari dalam makalahnya bertajuk Iluminasi dalam Naskah Cirebon.
Manuskrip mushaf al-Qur‟an Keraton Kacirebonan memiliki 78 iluminasi, Motif iluminasi manuskrip mushaf al-Qur‟an Keraton Kacirebonan memiliki 3 motif yaitu tumbuh-tumbuhan , bunga dan geometri. Pada motif tumbuh-tumbuhan tedapat dua ragam yaitu model sulur dan patra. Seluruh motif tumbuh-tumbuhan pada manuskrip Mushaf al- Qur‟an Keraton Kacirebonan berupa tumbuhan kangkung yang memiliki makna ketauhidan. Makna pada iluminasi kangkung berdasarkan syair “Kuntul manglayang angulati panggilihing kangkung”. Pada motif kedua yaitu motif bunga teratai, bunga teratai sendiri memiliki arti kesucian.
Model-model iluminasi pada naskah Cirebon hingga saat ini masih banyak digunakan dan dilestarikan pada seni ukir, seni batik, seni lukis kaca, dan juga pada seni bangunan. Kesemuanya berfungsi ganda yaitu untuk kelestarian
tradisi itu sendiri juga untuk para pengrajinnya. Ia memiliki fungsi ekonomi, sosial dan budaya. (*)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: