PRD Siap Pemilu 2024, Aktivis Penggerak Massa ‘Pulang Kampung’?

PRD Siap Pemilu 2024, Aktivis Penggerak Massa ‘Pulang Kampung’?

JAKARTA-Pasca perayaan ulang tahun ke-23 PRD (Partai Rakyat Demokratik), akhir Juli lalu, pengurus dan aktivis partai mewacanakan untuk menyiapkan partai yang dikenal sebagai musuh nomor satu orde Baru itu untuk mengikuti Pemilu 2024. Ketua Umum PRD Agus Jabo Priyono menyatakan bahwa organisasinya tengah mengurus segala persyaratan yang diperlukan untuk bisa menjadi kontestan pemilihan legislatif lima tahun mendatang. Terakhir PRD ikut Pemilu pada tahun 1999, dan hanya mendapatkan suara nasional kurang dari satu persen. Senada, \"PRD tengah menyiapkan semua hal yang diperlukan untuk bisa mengikuti kontestasi demokrasi lima tahun mendatang,\" ungkap Sekretaris Jenderal PRD Dominggus. Menurut Dominggus, pengurus partai yang menjadi musuh utama Orde Baru itu juga dikabarkan sedang merayu para mantan aktivisnya agar bersedia ‘pulang’ kembali ke organisasi yang dulu mereka bangun untuk melawan rezim Orde Baru. Salah satunya Wibowo Arief, mantan pengurus Jaker (Jaringan Kerja Kesenian Rakyat) yang merupakan salah satu organ penyokong PRD, mengaku bahwa ia mendapatkan ajakan ‘pulang ke rumah’ itu melalui pesan WhatsApp (WA). Ada pesan pribadi yang masuk melalui WA. Beberapa kawan juga mendapatkan ajakan yang sama untuk kembali membangun partai. Ada yang tertarik, tapi saya sih tidak,” kata aktivis yang dikenal sebagai die harder Jokowi di media sosial ini. Pesan yang disebut Jemek -panggilan akrab Wibowo Arief- itu disebut-sebut menyebar luas ke kalangan diaspora PRD yang kini berkiprah di berbagai partai politik, lembaga pemerintahan dan BUMN, kampus, serta lembaga swadaya masyarakat. Hal ini tentu menarik, karena beberapa mantan aktivis yang pernah bersinggungan dengan PRD saat ini tampil menjelma jadi tokoh-tokoh yang mewarnai panggung politik nasional. Ada Budiman Sudjatmiko (PDIP), Habiburokhman (Gerindra), Andi Arief (Partai Demokrat), Faisol Reza (PKB), serta Dita Indah Sari (PKB). Ada pula yang menjadi komisaris BUMN seperti Margiyono (Telkom) dan Wignyo Prasetyo (Sang Hyang Sri) maupun pejabat birokrasi seperti Hilmar Farid Setiadi (Dirjen Kebudayaan). Kepada media massa, mantan aktivis PRD seperti Faisol Reza dan Andi Arief mengungkapkan kekurangtertarikan dengan tawaran ‘pulang ke rumah’ karena menganggap lanskap politik Indonesia saat ini sudah berbeda. Dita Indah Sari, mantan Ketua Umum PRD yang saat ini menjadi Wakil Sekjen PKB mengatakan, diaspora PRD yang memilih untuk tidak ikut ‘pulang ke rumah’ musti dihormati. Kata Dita, tentu sudah memiliki agenda perjuangan masing-masing, yang tak kalah mulianya dibandingkan dengan agenda perjuangan kawan-kawannya yang bertahan di PRD. Yang terpenting adalah, diaspora PRD di berbagai organisasi itu bisa mewarnai rumah barunya dengan idealisme yang kita bangun bersama. Jangan malah diwarnai dengan yang ga benar,\"ujar Dita. Jika sebelumnya kita anti korupsi, terangnya, lalu jadi permisif pada korupsi ya ga bener. Kalau tadinya pro ke petani tapi kemudian tega merumuskan kebijakan yang tidak pro petani juga ga benar. Kuncinya adalah kinerja masing-masing sebagai politisi atau pejabat yang lahir dari gerakan kerakyatan. Diketahui, PRD didirikan pada 15 April 1996 oleh sejumlah mahasiswa dan aktivis di Sleman, Yogyakarta lalu dideklarasikan pada 22 Juli 1996. Ketua Umum dijabat oleh Budiman Sudjatmiko, sementara posisi Sekjen diisi oleh Petrus Haryanto. PRD memayungi banyak organisasi. Di antaranya Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID), Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker), dan Serikat Tani Nasional (STN). Organisasi-organisasi itu eksis terlebih dahulu dibanding PRD. Di antara kelompok tersebut, anggota SMID paling dominan dalam kepengurusan PRD. Dahulu, PRD sering memberikan bantuan advokasi kepada masyarakat. Selain itu, mobilisasi massa pun kerap dilakukan di berbagai wilayah. Misalnya, pada 1 Mei 1995, aktivis SMID menggerakkan 400 mahasiswa dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah untuk berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Kala itu bertepatan dengan hari buruh. Pada 18 Juli 1995 di Bogor, aktivis PPBI dan SMID mengorganisir 13 ribu buruh untuk menuntut kenaikan upah. Aktivis PPBI Dita Indah Sari, yang kini menjadi kader PKB, ditangkap. Kemudian, pada 7 Desember 1995 di Solo, PPBI menggerakkan sekitar 14 ribu buruh di pabrik tekstil Sritex. Sekitar 15 anggota PRD ditangkap. Aktivis PRD menyatakan dukungan kepada Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI pada pertengahan 1996. Mereka menolak Soeryadi, yang mana merupakan orang pilihan Soeharto. Hingga kemudian, pecah Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) di Jakarta. PRD dituduh pemerintah sebagai dalang, sehingga banyak pimpinan yang ditangkapi. Namun, PRD tetap menjalankan agendanya di bawah tanah. Mereka tetap mengoordinir aksi secara senyap. Ketika Orde Baru runtuh, PRD sempat ikut Pemilu 1999. Akan tetapi, mereka hanya memperoleh 0,07 persen suara nasional, sehingga tidak mendapatkan kursi parlemen. Sejak itu, PRD tidak pernah lagi mengikuti kontestasi pemilu. (*)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: