Dewan Siap Serang Wali Kota, Jika Siswa Kota Terbengkalai

Dewan Siap Serang Wali Kota, Jika Siswa Kota Terbengkalai

KEJAKSAN– Mendekati penerimaan peserta didik baru (PPDB), arah keinginan para wakil rakyat makin misterius. Jika sebelumnya banyak anggota dewan yang menolak melakukan pakta integritas (kesepakatan PPDB bersih), kini mereka mengambil sikap berbeda terkait rencana penghapusan kuota 90-10 persen dalam Perwali PPDB 2013. Mereka mempersilakan wali kota menghapus kuota tersebut, tapi juga akan menuntut tanggung jawab wali kota dan disdik jika ada warga Kota Cirebon yang tidak sekolah. Ketua DPRD Kota Cirebon HP Yuliarso BAE mengatakan, secara aturan undang-undang pendididikan, memang diatur agar tidak ada diskriminasi pendidikan. Sesuai tupoksi selaku pengawas kebijakan eksekutif, dewan akan memantau setiap perkembangan yang terjadi. “Kami akan selalu awasi langkah pemkot terkait kebijakan PPDB tahun ini,” ujarnya kepada Radar di kantornya, Selasa (11/6). Karena itu, jika wali kota berkehendak menghapuskan kuota 90-10, dewan mempersilakan. Namun, Yuliarso mengingatkan, jangan sampai warga Kota Cirebon tidak bisa sekolah di tanahnya sendiri. Jika ini terjadi, dewan akan menuntut tanggung jawab dari wali kota dan disdik. Diakui, jika kompetisi siswa baru hanya dipatok pada NEM, warga kota kalah dengan warga kabupaten. “Saya mengakui, NEM warga kota kalah dengan NEM warga kabupaten,” ucapnya. Politisi Demokrat itu masih penasaran dengan kebijakan penghapusan kuota 90 persen untuk warga kota Cirebon dan 10 persen untuk warga luar Kota Cirebon. Pasalnya, di daerah lain seperti Bekasi dan Bogor, aturan kuota diberlakukan dengan komposisi 95-5 persen. Namun, apa pun kebijakan Wali Kota Drs H Ano Sutrisno MM, Yuliarso dan dewan mendukungnya. “Keinginan saya dan teman-teman di dewan, kuota 90-10 persen dipertahankan,” ungkapnya. Hal senada disampaikan Sekretaris Komisi C DPRD, Taufik Praditina ST. Menurutnya, penghapusan kuota 90-10 persen itu menunjukkan tidak adanya apresiasi dan dukungan pemerintah terhadap pendidikan warga Kota Cirebon. Di samping itu, kalimat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga Kota Cirebon untuk mengenyam pendidikan, harus dimaknai mengakomodasi mereka dengan membuat kuota. Artinya, lanjut politisi PKS itu, jumlah warga Kota Cirebon yang akan melanjutkan pendidikan dapat seluruhnya diakomidasi, tanpa kecuali. Jika tidak, Taufik yakin serbuan warga kabupaten tidak akan terbendung. Akibatnya, akan banyak warga Kota Cirebon yang tidak dapat mengenyam pendidikan di Kota Cirebon. “Jangan sampai warga kota tidak bisa sekolah di kotanya sendiri,” ucapnya. Karena itu, dia tidak menyetujui kebijakan wali kota atas penghapusan kuota 90-10 persen. Sebab, ini akan memangkas jumlah warga kota yang terakomodasi. Padahal, APBD Kota Cirebon banyak digunakan untuk sektor pendidikan. Hal ini bertujuan semata-mata meningkatkan kualitas hidup warga Kota Cirebon melalui pendidikan. Tetapi, jika yang menikmatinya warga luar kota, Taufik menyesalkan penganggaran berlebih yang diberikan pada sektor pendidikan. “Dalam APBD, prioritas pendidikan untuk warga Kota Cirebon. karena kami wakil rakyat Kota Cirebon,” ucapnya. Taufik menganggap penghapusan kuota 90-10 persen itu telah menzalimi warga Kota Cirebon. Terpisah, Kepala Bagian Hukum Pemkot Cirebon Yuyun Sriwahyuni SH mengatakan, saat ini draf perwali sudah bisa dikatakan rampung. Hanya saja, harus ada pemaparan bersama agar antara disdik dan pemkot memiliki kesepahaman dalam memaknai setiap butir aturan dalam Perwali PPDB 2013 nanti. Terkait penghapusan kuota 90-10 persen yang diperdebatkan anggota dewan, perempuan berkerudung itu menyerahkan kebijakan kepada wali kota. “Beliau (Wali Kota Ano, red) sudah menyampaikan, penghapusan kuota itu dilakukan. Itu kebijakan pemkot,” tegasnya. Secara aturan, lanjut Yuyun, Perwali PPDB 2013 akan menjadi bahan rujukan dan landasan penjabaran petunjuk teknis atas segala hal terkait PPDB. Saat sudah ditandatangani wali kota, perwali itu menjadi referensi utama disdik dalam menerapkan aturan dan kebijakan dalam PPDB. Termasuk di dalamnya penetapan jumlah batas maksimal atau minimal kursi peserta didik baru di setiap sekolah pada berbagai tingkatan. “Itu sudah teknis. Disdik nanti yang menjelaskan. Mereka menunggu perwali selesai,” ujarnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: