Tidak Hanya Kediri, ke Jalan Karanggetas Cirebon Mitosnya Presiden Bisa Lengser

Tidak Hanya Kediri, ke Jalan Karanggetas Cirebon Mitosnya Presiden Bisa Lengser

Di Jawa Timur ada Kota Kediri yang tidak boleh dikunjungi presiden karena dimitoskan bisa lengser dari jabatannya. Di Kota Cirebon ada satu kawasan yang dipercaya punya tuah sejenis. Katanya, sangat dihindari pejabat negara. Yakni, Jalan Karanggetas.

LAPORAN: AZIS MUHTAROM, Cirebon

GUYONAN Sekretaris Kabinet Pramono Anung soal melarang Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kediri, karena ada mitos siapapun yang berkunjung ke sana akan lengser, menjadi bahan perbincangan khalayak.

Pernyataan untuk menghangatkan suasana itu, berbuntut panjang. Sekaligus kembali memantik ingatan publik atas daerah wingit (angker).

Soal ini, Kota Cirebon juga punya ruas jalan yang memiliki sejarah panjang dan menjadi urban legend. Jl Karanggetas namanya. 

Mitos ini, bahkan dihindari Presiden Soeharto. Diceritakan Filolog dan Sejarawan Cirebon, Raden Rafan Safari Hasyim, presiden yang berkuasan 32 tahun tersebut pernah melakukan kunjungan dua kali ke Cirebon.

Kebetulan, kunjungan dilakukan dekat dengan lokasi Jalan Karanggetas. Salah satunya ke daerah Pelabuhan Cirebon, untuk meresmikan Kapal Ciremai.

Meskipun lokasinya berdekatan dengan Jl Karanggetas, saat itu rombongan Presiden Soeharto diarahkan untuk naik helikopter menuju area Pelabuhan. Mitos ini juga tidak lepas dari sejarah kesaktian seorang pendekar yang luntur karena melintas di kawasan tersebut.

Diceritakan Opan –sapaan akrabnya- sejarah Karanggetas sendiri bermula saat Syekh Magelung seorang musafir yang sakti asal Syiria hendak menguji kemampuan ilmunya ke tanah Cirebon. Karena konon di seluruh Jazirah Arab, tidak ada yang mampu menandingi kesaktiannya. Syekh Magelung diberitahu oleh gurunya agar menemui Sunan Gunung Jati di Cirebon untuk memotong ramutnya.

Setibanya di Tanah Cirebon, Syekh Magelung singgah di Pelabuhan Singhapura atau Muara Jati di daerah Tankil sekarang, dan bertemu dengan Syekh Bentong. Di hadapan Syekh Bentong, mengutarakan maksud kedatanganya ke Cirebon, dan mengaku sebagai orang sakti yang hendak mencari orang yang bisa mencukur rambutnya.

Magelung Sakti lantas mencoba unjuk kemampuan dan kesaktiannya, dengan melemparkan tombak ke atas dan diterima dengan telapak tangannya tanpa terluka. Melihat Magelung Sakti untuk kebolehannya, Syekh Bentong merasa tertarik untuk melakoni hal yang sama, bahkan lemparan tombak Syekh Bentong lebih tinggi dan lebih kencang.

Saat tombak turun dan mengenai telapak tangannya, tombak tersebut seolah-olah menembus telapak tangan Syekh Bentong. Namun, saat dilihat lebih dekat oleh Magelung Sakti, telapak tangan Syekh Bentong tidak tergores sedikitpun, dan akhirnya Syekh Magelung mengakui kesaktianya kalah dibanding dengan Syekh Bentong, dan melakukan gerakan sembah sujud karena mengira Syekh Bentong adalah Sunan Gunung Jati.

Syekh Bentong menolak untuk disembah sujud, karena tidak dibenarkan manusia menyembah ke manusia lagi, dan hanya Yang Maha Kuasa yang boleh disembah. Dia lantas memberitahukan kepada Magelung hendak bertemu dengan Sunan Gunung Jati, mesti menghilangkan keseombongannya dan memerintahkan untuk berjalan kaki ke arah selatan.

Di perjalanan, Magelung Sakti beristirahat di tepian sungai yang sekarang dipercaya sebagai Sungai Sukalila. Di peristirahatannya tersebut, Magelung Sakti didatangi seorang kakek. Terjadi sebuah dialog yang mengutarakan maksud kedatangan Magelung Sakti. Kakek tersebut lantas mencapit rambut Magelung dengan dua jarinya, dan rambut yang sebelumnya tidak mempan disayat benda tajam itu pun akhirnya putus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: