Kenapa Chloroquine Diyakini Dapat Jadi Obat Corona?
JAKARTA - Chloroquine awalnya adalah obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit malaria. Namun, belakangan juga digunakan untuk obat virus corona. Sehingga banyak yang mempertanyakan, kenapa chloroquine dipilih jadi obat corona?
Dikutip dari penjelasan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Chloroquine sebagai antiplasmodium. Obat ini merupakan obat yang mengandung gugus kuinolin yang bekerja dengan menghambat aktivitas enzim heme polymerase yang mengubah heme menjadi hemozoin, akibatnya terjadi akumulasi heme bebas.
Akumulasi heme ini menyebabkan kematian pada parasit Plasmodium penyebab penyakit malaria (Slater dan Cerami, 1992). Namun dengan makin berkurangnya penyakit malaria dan munculnya resistensi plasmodium terhadap Chloroquine, Chloroquine tidak terlalu banyak lagi digunakan sebagai obat antimalaria.
Selain sebagai antimalaria, Chloroquine juga banyak digunakan dalam terapi penyakit autoimun, seperti Lupus, Rheumatoid artritis, dll. Sebagai obat pada penyakit autoimun, Chloroquine yang bersifat basa bekerja dengan cara menembus ke dalam sel dan terkonsentrasi di dalam rongga sitoplasma yang bersifat asam.
Hal ini menyebabkan kenaikan pH di dalam vesikel pada sel makrofag atau sel penyaji antigen (antigen presenting cells) lainnya yang mempengaruhi respon imun terhadap antigen, sehingga berperan sebagai imunosupresan (Fox, 1996).
Chloroquine juga diketahui dapat menekan sintesis TNF-alfa dan IL-6 pada sel monosit (Jang et al, 2006), sehingga banyak digunakan sebagai obat untuk rematoid artritis.
Ternyata Chloroquine (dan hidroksiChloroquine) juga dapat digunakan juga untuk terapi antiviral. Vincent dkk (2005) melaporkan bahwa Chloroquine memiliki efek antiviral yang kuat terhadap virus SARS-CoV pada sel primata.
Efek penghambatan ini teramati ketika sel diperlakukan dengan Chloroquine baik sebelum maupun sesudah paparan virus, yang menunjukkan bahwa Chloroquine memiliki efek pencegahan maupun efek terapi.
Selain yang sudah diketahui bahwa Chloroquine meningkatkan pH endosomal yang menghambat replikasi virus (Al Bari, 2017), obat ini nampaknya berinteraksi dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) selular.
Hal ini menyebabkan penghambatan terhadap ikatan virus dengan reseptor, sehingga dapat mencegah infeksi maupun penyebaran virus SARS-CoV pada konsentrasi yang dapat menyebabkan gejala klinis.
Pada pandemik SARS-CoV2 di China, Chloroquine telah digunakan dengan dosis 500 mg untuk dewasa, 2 kali sehari, lama terapi ≤10 hari (Du dan Qu, 2020). Chloroquine (dan hidroksi chloroquine) saat ini juga sedang dicoba di Malaysia dengan dosis yang sama dengan yang digunakan di Tiongkok. (yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: