Tidak Digunakan Sampai Mangkrak

Tidak Digunakan Sampai Mangkrak

KEJAKSAN - Aktivis Jaringan Masyarakat Sipil (Jams), Muhamad Rafi SE, mempertanyakan mengapa DPRD tidak menggunakan finger print untuk kepentingan absensi. Padahal, sebelum anggota DPRD periode 2009-2014 dilantik, finger print sudah disediakan dan siap untuk dipergunakan. “Sampai sekarang alatnya rusak, tapi belum pernah dimanfaatkan. Ada apa ini? Masa membahas finger print aja sampai hampir setahun?” ujar Rafi dengan nada bertanya, Jumat (8/10). Menurutnya, pasti ada alasan di balik tidak dipergunakannya finger print. Ditengarai, ada juga anggota dewan yang menolak menggunakan absensi elektrik. Kaitannya, memang dengan kedisiplinan, sehingga penolakan penggunaan finger print diduga karena tidak ingin kehilangan fleksibilitas dalam absensi. “Kalau sekarang kan mau datang jam berapa aja, terus nanda tangan absen ya disebutnya hadir. Kalau pakai finger print kan nggak bisa gitu. Apa ini alasannya finger print nggak juga dipakai?” tandasnya. Terpisah, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Priatmo Adji, mengkritik penafsiran tata tertib yang salah kaprah. Menurutnya, meski anggota dewan memang memiliki tugas-tugas legislasi yang bisa sampai 24 jam, tetapi sebetulnya jam kerja anggota dewan sudah diatur dalam tata tertib. “Dalam tata tertib itu diatur kok jam kerjanya anggota dewan. Siapa bilang nggak ada waktu ngantornya,” ujar dia. Adji menjelaskan, dalam Tata Tertib Anggota DPRD Periode 2009-2014 Pasal 94, tercatat dengan jelas jam kerja anggota dewan. Waktu kerja DPRD dibagi dua yaitu siang dan malam. Waktu kerja siang dimulai sejak pukul 09.00 sampai 15.00, dengan waktu istirahat dua jam yaitu pukul 12.00 sampai 13.00. Untuk waktu kerja malam, dimulai pukul 19.30 dan berakhir pukul 22.00. “Itu jam kerja normal. Kalau ada kegiatan luar, itu pengecualian,” jelasnya. Adji menyayangkan adanya persepsi kalau anggota dewan bebas datang jam berapa pun ke kantor dengan alasan mengurusi konstituen terlebih dahulu. Padahal, jelas-jelas dalam tatib diatur jam kerjanya. “Kalau tatibnya nggak dipatuhi ya dibuang aja, dihapus aja itu pasal 94 dari tatib,” tegasnya. Sementara itu, seorang sumber internal Radar di lingkungan Sekretariat Dewan, mengakui kalau finger print memang mengalami kerusakan setidaknya sebulan belakangan. Saat ini finger print tersebut mangkrak karena belum dibetulkan dan karyawan setwan kembali ke cara manual untuk absensi. Sedangkan untuk anggota dewan, sampai saat ini absensinya memang masih manual. “Padahal yang dewan itu (absensi), pengadaannya bareng dengan yang setwan. Tapi nggak tau yang dewan kok nggak dipake-pake,” kata pria yang meminta agar identitasnya tidak dikorankan. (yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: