KPAI Terima Ratusan Pengaduan dari Siswa soal PJJ

KPAI Terima Ratusan Pengaduan dari Siswa soal PJJ

JAKARTA -Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima ratusan pengaduan dari para siswa mengenai penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi virus corona (Covid-19).
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti menyebutkan ada 246 pengaduan dari para siswa terkait kendala PJJ.

Untuk medalami aduan tersebut, KPAI melakukan survei yang bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa tentang pelaksanaan PJJ. Hasilnya nanti digunakan KPAI untuk melakukan advokasi kebijakan PJJ dan sistem kenaikan kelas saat adanya pandemi Covid- 19.

“Survei ini diinisasi lantaran banyak aduan yang diterima, jumlahnya mencapai ratusan. Kami menilai mau tidak mau ini sesuatu yang tidak bisa dibiarkan,\" kata Retno di Jakarta, Selasa (28/4).

Dia menyebut survei melibatkan sedikitnya 1.700 siswa, di mana di dalamnya juga termasuk 246 orang yang melakukan aduan. Adapun surveinya, Retno memaparkan, dilakukan dengan sistem daring sejak 13 April hingga 20 April 2020 lalu.

“Survei melibatkan siswa dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK. Berdasarkan temuan survei, angka tertinggi pengaduan ada pada jenjang SMA 50 persen dari keseluruhan pengaduan atau 124 aduan,” tuturnya.

Dalam survei yang dilakukan, ada beberapa pertanyaan dalam form survei. Di antaranya terkait respons siswa mengenai pembelajaran, sistem penugasan, hingga salah satunya juga terkait pekerjaan orang tua siswa.

“Dalam survei ditemukan keluhan siswa kebanyakan terkait masalah kuota, peralatan belajar yang tak memadahi, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan seperti kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau PC (komputer),” tuturnya.

Menurut Retno, perlu adanya penetapan kurikulum yang dipersiapkan di tengah situasi pandemi ini. Di mana kurikulum diusahakn untuk tidak membebani siswa terkait penugasan.

“PJJ sebaiknya tetap memerhatikan kondisi anak dan orang tua yang tidak seluruhnya bisa menyediakan peralatan dan kuota yang memadai,” ujarnya.

Di samping itu, lanjut Retno, agar PJJ tida hanya terfokus pada kemampuan kognitif saja berupa pengerjaan soal. Menurutnya, juga bisa dilakukan secara lebih kreatif seperti melibatkan aspek yang berkaitan dengan hobi atau kreativitas siswa agar mereka tidak merasa terbebani.

“Penugasan afektif seharusnya dapat dilakukan, misalnya tugas membantu orang tua di rumah selama belajar dari rumah dan menuliskan laporan singkat untuk menceritakan perbuatan baik apa yang dilakukannya hari itu di rumah,” jelasnya.

\"Ini akan mendekatkan hubungan anak dengan keluarga, sekaligus memberikan energi positif di rumah karena saling membantu. Penilaian afektif dapat dilakukan bisa dalam bentuk portofolio,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menyarankan pemerintah melakukan pelatihan dalam jaringan (daring) untuk guru-guru. Menurutnya, salah satu masalah dalam PJJ salah satunya adalah adanya guru yang tidak terbiasa dengan materi pembelajaran jarak jauh.

Hasilnya, banyak protes berdatangan dari siswa dan juga orang tuanya. “Saya melihat di Inggris, guru-gurunya juga diberikan pelatihan selama PJJ ini. Tentu secara daring,” kata Satriwan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: