Jerat Hukum Pembocor Hasil Tes Pasien Positif Covid-19
3. hal lain yang berkenaan dengan pasien.
Lantas pertanyaan dasarnya ialah sampai sejauh mana hak pasien atas kerahasiaan rekam medis atau informasi kesehatannya diatur oleh peraturan perundang-undang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, setidaknya terdapat lima undang-undang dan dua peraturan Menteri Kesehatan yang dapat dijadikan acuan, yaitu:
1. Pasal 47 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 51 huruf c UU Praktik Kedokteran menyatakan Rekam Medis wajib disimpan dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan bahkan setelah pasien meninggal dunia;
2. Pasal 17 huruf h angka 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjelaskan bahwa informasi riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang merupakan informasi yang keterbukaan secara publiknya bersifat terbatas;
3. Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan;
4. Pasal 32 huruf i dan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit) yang menegaskan setiap pasien mempunyai hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya dan setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran;
5. Pasal 70 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga Kesehatan), Rekam Medis Penerima Pelayanan Kesehatan harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
6. Pasal 10 ayat (1) Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis (Permenkes Rekam Medis), Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan; dan
7. Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) Permenkes Rahasia Kedokteran, Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran walaupun pasien telah meninggal dunia.
Melihat aturan-aturan yang telah dijabarkan di atas, sudah barang tentu dapat dikonklusikan jika rekam medis atau dokumen rahasia kedokteran merupakan barang sakral yang tidak sembarang orang dapat mengakses atau memberikan kepada khalayak umum. Terlebih, pada aturan pengecualiannya, semua peraturan perundang-undangan di atas juga memberikan syarat ketat jika memang dokumen tersebut diharuskan untuk dibuka.
Sebagai contoh syarat yang tercantum dalam Pasal 38 ayat (2) UU Rumah Sakit yang menerangkan dokumen rekam medis atau rahasia kedokteran dapat dibuka sebatas untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Maka dari itu, secara expressis verbis ketika ada instansi atau orang yang tidak memenuhi aturan yang dipersyaratkan, tetapi memberikan dokumen terkait kepada khalayak umum, tentu perbuatan tersebut bersifat illegal. Karena perbuatannya senyatanya telah melanggar norma yang melindungi hak pasien dan menyebabkan kerugian.
Jerat Hukum Bagi Pelaku
Melihat pembocoran rekam medis atau dokumen rahasia kedokteran merupakan suatu pelanggaran hak pasien, maka atas pelanggaran itu hukum tentu tidak tinggal diam. Karena kasus demikian bukanlah kasus yang dapat dianggap ringan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: