Pemerintah Tetapkan Puasa 10 Juli 2013
JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) kemarin (8/7) menggelar sidang isbat untuk menentukan awal puasa Ramadan 1434 H. Sidang yang rutin digelar tiap tahunnya ini memutuskan bahwa awal puasa Ramadan jatuh pada Rabu, 10 Juli 2013. Keputusan tersebut atas dasar belum tampaknya bulan baru (hilal) hingga kemarin. Anggota Badan Hisab dan Rukyat, Cecep Nurwendaya dalam pemaparannya mengenai posisi hilal awal Ramadan di dalam sidang tersebut menjelaskan, sudut tinggi hilal hingga kemarin belum memenuhi syarat untuk dijadikan penetapan 1 Ramadan pada hari ini (9/7). Posisi hilal pada saat matahari terbenam yang dipantau dari pos observasi bulan Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat hingga pukul 17.51 WIB kemarin menunjukkan bahwa tinggi (irtifa’) hilal pada posisi 0,65 derajat, jarak busur bulan dan matahari 4,55 derajat. Sedangkan umum hilal adalah 3 jam 35 menit 52 detik serta iluminasi hilal 0,8 persen. Posisi hilal tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu tinggi hilal mencapai minimal 2 derajat.“Tidak ada referensi apa pun bahwa hilal awal Ramadan 1434 H teramati dari seluruh wilayah Indonesia,”tegas Cecep di ruang auditorium KH M Rasjidi Kemenag. Sementara itu, lanjut Cecep, posisi hilal di Makkah, Arab Saudi pada Senin kemarin hingga ghurub (tenggelam matahari) dilaporkan pada posisi kurang dari 2 derajat yaitu pada posisi 0,19 derajat dengan umur hilal 8 jam 53 menit 30 detik. Berdasarkan keterangan posisi hilal yang disampaikan Cecep tersebut, Menteri Agama Suryadharma Ali menetapkan bahwa tanggal 1 Ramadan 1434 H jatuh pada Rabu, 10 Juli 2013. Keputusan tersebut mendapat dukungan penuh dari 12 ormas Islam yang hadir dalam sidang isbat kemarin. “Tidak satu pun dari ormas Islam yang hadir menolak penetapan ini,” ujar Suryadarma usai sidang kemarin. Namun demikian, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Ramadan jatuh pada hari Selasa ini. Selain itu tidak tampak satupun perwakilan dari Muhammadiyah hadir dalam sidang isbat tersebut. Saat diminta konfirmasi tentang ketidakhadiran perwakilan dari Muhammadiyah, Suryadarma mengatakan bahwa Muhammadiyah sudah menerima undangan resmi dari Kemenag untuk menghadiri sidang isbat itu. “Muhammadiyah juga diundang kok, mungkin karena belum ada waktu,” ujarnya. Mengenai perbedaan yang muncul dalam penetapan awal Ramadan tersebut, Suryadarma berharap bahwa kelak pemerintah akan menjadi pemersatu keputusan di antara ormas Islam mengenai penetapan awal puasa Ramadan. “Jika hari ini belum tercapai kesepakatan, pemerintah tidak putus asa, perbedaan itu sangat mungkin,” imbuhnya. Selain itu, Suryadarma juga mengimbau kepada masyarakat untuk saling menjaga toleransi dan saling menghormati. \"Saling menghormati. Jangan sampai perbedaan ini mengundang konflik dan perpecahan satu sama lain. Harus menghargai, toleransi,\" kata Suryadharma. Ditemui secara terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin mengatakan, seharusnya umat Islam di Indonesia patuh kepada penetapan awal puasa Ramadan yang diputus oleh pemerintah. “Idealnya kita semua harus patuh, namun itu kenyataan yang belum bisa diwujudkan sampai sekarang,” kata Ma’ruf kemarin. Namun Ma’ruf mengatakan bahwa keputusan dari Muhammadiyah untuk berpuasa lebih awal wajib untuk dihormati. “Muhammadiyah punya cara sendiri,” katanya. Ma\'ruf juga mengatakan saat ini pemerintah menggunakan dua kriteria untuk menentukan awal puasa Ramadan, yaitu dengan metode melihat hisab dan rukyat. Menurut Ma\'ruf, metode yang paling mungkin digunakan adalah rukyat, yaitu aktivitas mengamati hilal atau penampakan bulan sabit yang tampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak. Namun Ma’ruf berharap di masa depan pemerintah dapat memadukan kedua metode tersebut agar dapat menjadi pemersatu ormas-ormas Islam. “Kemenag harus segera memadukan metode hisab dan rukyat,” harapnya. (dod)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: