Pandemi Corona, Resiko Kredit Macet Hantui Perbankan
JAKARTA – Ketidakpercayaan deposan terhadap perbankan di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 meningkat. Hal ini karena kekhawatiran terjadinya kredit macet.
Oleh karena itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus mengantisipasi terkoreksinya jumlah deposan. Adapun langkah yang dilakukan LPS, yakni mematangkan stimulus di bidang ekonomi bersama pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Bank Indonesia (BI).
“Kami harus bisa menjaga kepercayaan deposan. Sebab imbas pandemi akan menurunkan kepercayaan depisan,” kata Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono dalam video daring, kemarin (23/6).
Diakuinya, hantaman corona telah merontokkan ekonomi nasional, sehingga kondisi sulit seperti ini akan berdampak pada masalah kredit macet. Selanjutnya membuat kepercayaan deposan terhadap perbankan menurun.
Kendati demikian, menurutnya, kondisi sulit ini bukan hanya dialami pemerintah Indonesia saja melainkan di mancanegara di mana pada pemilik dana di pasar uang mulai mengkhawatirkan kemampuan pebankan dalam melindungi simpanan nasabah di tengah pandemi Covid-19.
Meski begitu, LPS bersama pemerintah dan pihak terkait terus melakukan antisipasi atas risiko kredit yang macet di sejumlah perbankan. Antara lain memastikan efektivitas stimulus ekonomi yang dilakukan pemerintah terhadap sektor keuangan.
Selain itu, pihaknya juga meminta perbankan untuk terus meningkatkan pengawasan manajemen risiko secara profesional. Serta meningkatkan layanan bisnisnya untuk menjaga kepercayaan deposan. “Meski ada tendensi, tapi kita masih katakan sehat,” ucapnya.
Terpisah, ekonom senior Universitas Perbanas Piter Abdulllah menilai, industri perbankan memiliki potensi kenaikan kredit macet akibat penyebaran virus corona. “Saya melihat langkat-langkah yang dilakukan otoritas sekarang ini justru membantu sektor perbankan menghadapi berbagai tekanan khususnya tekanan kredit macet,” ujar Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (23/6).
Dia berpandangan, apa yang dikeluarkan otoritas telah tepat lewat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Sehingga, diyakini perbankan bisa melewati kondisi yang sulit ini. “Pengalaman pasca krisis 1998 di mana Bank Indonesia sudah melakukan reformasi besar di sektor perbankan, lalu OJK juga. Untuk itu itu saya kira perbankan kita mampu melewati kondisi ini,” ucapnya.
Sementara Ekonom BCA David Sumual menilai, permodalan perbankan saat ini masih cukup baik dibandingkan krisis tahun 1997 dan 1998. Sesuai arahan OJK, perbankan telah melakukan antisipasi terhadap risiko kredit macet.
“Tahun ini berbeda dari krisis tahun 1997, di mana kredit macet mengenai korporasi besar terutama yang punya hutang Dolar AS. Tapi tain ini pengusaha-pengsauah menengah ke bawah harus diperhatikan,” katanya.
Berdasarkan data OJK, pertumbuhan kredit per Januari 2020 tercatat 6,10 persen secara tahunan (year on year/yoy). Hal ini juga berimbas pada angka kredit macet atau Non Performing Loan (NPL). Tercatat hingga Februari, angka NPL mencapai 2,77 persen.(din/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: