Mengenali Gejala hingga Penanganan Penyakit Menular Tuberculosis, Bedanya dengan Covid-19

Mengenali Gejala hingga Penanganan Penyakit Menular Tuberculosis, Bedanya dengan Covid-19

JAKARTA - Kasus penyakit menular tuberculosis (TBC) atau dikenal juga TB sangat tinggi di Indonesia. Bahkan Indonesia rangking ketiga kasus TBC terbesar di dunia setelah India dan China.

Karena itu, kasus TBC juga sama berbayanya dengan Covid-19. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Wiendra Waworuntu, memaparkan panjang lebar terkait gejala hingga penangan TBC untuk diketahui masyarakat.

Walaupun sama-sama berbahaya dan menular melalui droplet serta saluran pernapasan, Wiendra menjelaskan bahwa ada beberapa perbedaan antara TBC dengan Covid-19, mulai dari gejala hingga cara penanganannya.

\"Penularannya (TBC dan Covid-19) sama-sama droplet. Namun perbedaannya adalah pada diagnosisnya. Kalau Covid-19 dari virus, sedangkan TBC dari kuman atau bakteri,\" ujarnya dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Selasa (7/7).

Selanjutnya pada gejala TBC, Wiendra menjelaskan, antara lain onset atau serangan kronik lebih dari 14 hari. Selama itu mengalami gejala demam kurang dari 38 derajat celcius disertai batuk berdahak, bercak darah, sesak napas memberat bertahap, berat badan turun dan berkeringat di malam hari.

Sedangkan gejala Covid-19 antara lain onset akut kurang dari 14 hari. Selama itu disertai gejala demam lebih dari 38 derajat celcius dengan batuk kering, sesak napas muncul segera setelah onset, nyero sendi, pilek, nyeri kepala, gangguan penciuman atau pengecapan.

Proses diagnosis TBC dan Covid-19 memiliki kesamaan dengan menggunakan metode Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Namun perbedaannya ada pada pengambilan sampelnya. Untuk diagnosis Covid-19 harus melalui swab, sedangkan TBC cukup dengan dahak saja.

Selain itu, perbedaan besar antara Covid-19 dengan TBC adalah Covid-19 belum ada obat yang dapat menyembuhkan, sedangan TBC sudah ditemukan obatnya dan dapat diakses secara gratis.

\"Covid-19 belum punya obat, sedangkan TBC sudah ada obatnya, dengan catatan harus dikonsumsi dengan baik dan patuh,\" tukasnya.

Walaupun memiliki obat dalam membantu penyembuhan, masih banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit TBC. Karena dianggap merupakan penyakit lama, sehingga kurang memperhatikan kedisiplinan pada proses penyembuhan melalui konsumi obat yang telah tersedia. Sehingga para penderita TBC atau dikenal juga TB menjadi resisten atau obatnya sudah tidak mempan lagi.

\"Ketika sudah mengonsumsi, lalu stop, lalu nanti minum lagi. Jadi sembuhnya tidak betul-betul sembuh sempurna. Padahal obat TB harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup panjang yaitu enam bulan. Namun pada bulan pertama dan kedua merasa sudah sembuh, padahal belum sembuh. Hal ini yang menjadi resisten dan masalah yang masih menjadi tantangan kita,\" jelasnya.

Langkah pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kesehatan dan kebersihan adalah hal yang penting. Hal ini turut menjadi peluang untuk mencegah penularan penyakit TBC dengan melakukan hal yang sama, seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.

\"Mengubah kebiasaan pastinya sulit, tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi adanya Covid-19, kita memiliki peluang untuk menumbuhkan kebiasaan dengan disiplin dan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak. Sehingga tidak hanya berguna untuk mencegah Covid-19, tapi juga berguna untuk mencegah penularan TBC,\" terangnya. (hsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: