Menyoal Pentingnya RUU PKS segera Disahkan

Menyoal Pentingnya RUU PKS segera Disahkan

Oleh: Nunung Nurjanah S Sos MPd

LAMBANNNYA pengesahan RUU PKS menjadi Undang-Undang menimbulkan pertanyaan mengenai  komitmen wakil rakyat dalam memberikan perlindungan pada warga negara khususnya perempuan untuk terbebas dari kekerasan seksual.

Budaya patriarki yang mewarnai realitas kehidupan tampaknya menjadi salah satu penghambat sehingga pembahasannya sangat alot dan penuh pro-kontra dimasyarakat.

Menurut WHO kekerasan seksual adalah “setiap tindakan atau percobaan untuk melakukan tindakan seksual, atau tindakan lain yang diarahkan pada seksualitas seseorang secara paksa, oleh setiap orang tanpa memperhatikan hubunganya dengan korban, pada setiap keadaan.” (KPPA, 2017)

Tindak kekerasan seksual terjadi hampir setiap hari, apalagi diera digital dimana kekerasan seksual tidak hanya terjadi secara langsung namun juga secara virtual, dan korban terbanyak dari kekerasan seksual adalah perempuan dan anak.  

Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional menjamin setiap warga negara atas hak asasi manusia dan hak sebagai warga negara. Salah satu hak yang diperoleh yakni perlindungan dari berbagai tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual yang selama ini sering terjadi dimana korban terbanyak yakni pempuan dan anak.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.  Dalam UUD 1945 Pasal 28 G ayat (1) dan (2), dinyatakan dengan tegas bahwa :

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Jelas dipahami, bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas dirinya dan keluarganya, serta memperoleh jaminan atas kehormatan, martabatnya sebagai manusia serta harta yang dimilikinya, dan adanya rasa aman serta terbebas dari perlakuan yang merendahkan derajat sebagai manusia.

Kekerasan seksual yang dialami perempuan jelas melanggar UUD 1945 Pasal 28 G baik ayat satu maupun ayat dua, dimana dalam tindakan kekerasan tersebut, harkat,  derajat perempuan tidak diindahkan dan perempuan kehilangan rasa aman serta hidup dalam ketakutan baik atas kekerasan yang telah terjadi atau ketakutan akan terulangnya kekerasan serupa.

Berbagai tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual tidak dapat dilepaskan dari budaya patriarki yang menempatkan secara berbeda posisi laki-laki dan perempuan.

Penempatan ruang publik sebagai wilayah laki-laki dan perempuan berada pada ruang domestik menjadi penghalang bagi perempuan untuk memiliki akses yang sama dalam penguasaan berbagai sumber daya yang menunjang perannya sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat.

Relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan menciptakan diskriminasi gender. Secara kostitusional, tindakan diskriminasi atas dasar apapun tidak dibenarkan, ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 28 I Ayat (2):  “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: