Sjahril Kena 1,5 Tahun
JAKARTA - Terdakwa Sjahril Djohan harus tetap mendekam di balik jeruji penjara. Itu setelah putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis Sjahril hukuman 1,5 tahun penjara plus denda Rp50 juta subsider empat bulan kurungan. Majelis hakim berpendapat, Sjahril terbukti bersalah berdasarkan dakwaan pertama subsider yang berkaitan dengan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL). “Menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata ketua majelis hakim Sudarwin dalam pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin (12/10). Sjahril melanggar pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun dia lolos dari dakwaan pertama primer, dakwaan kedua primer, dan dakwaan kedua subsider. Perbuatan Sjahril yang terbukti adalah terkait dengan pemberian uang Rp500 juta dari Haposan Hutagalung yang diberikan kepada Komjen Pol Susno Duadji yang saat itu menjabat sebagai Kabareskrim. Uang tersebut diberikan dalam rangka mengurus perkara PT SAL yang dilaporkan Haposan ke Bareskrim Polri yang penanganannya berjalan lambat. “Penyerahan uang dari Haposan Hutagalung melalui terdakwa agar kasus Arowana dipercepat penanganannya karena Susno adalah Kabareskrim yang mempunyai kewenangan,” papar hakim Mien Trisnawaty. Uang Rp500 juta itu diserahkan kepada Susno di rumahnya di Jalan Abuserin, Cilandak, Jaksel. Perbuatan Sjahril tersebut, menurut hakim, dilakukan bersama-sama dengan Haposan Hutagalung yang sebelumnya meminta bantuan untuk menanyakan perkembangan perkara SAL ke Susno Duadji. Dalam uraian pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Sjahril tidak terbukti melanggar sesuai dakwaan pertama primer. Sebab, perbuatan Sjahril tidak sampai menggerakkan penyidik Polri berbuat di luar kewenangannya dalam perkara SAL. Perintah Susno juga disebut masih sesuai dengan prosedur. Sementara terkait perkara pajak Gayus Halomoan Tambunan yang didalilkan dalam dakwaan kedua primer dan dakwaan kedua subsider, majelis hakim menyatakan tidak terbukti. Berdasarkan fakta persidangan, hakim kesulitan membuktikan bahwa terdakwa ikut terlibat dalam pencairan uang Rp25 miliar milik Gayus yang diblokir, serta pembagian masing-masing Rp5 miliar untuk polisi, jaksa, hakim, pengacara, dan Gayus. Berdasarkan keterangan Brigjen Radja Erizman dan terdakwa, kata hakim, tidak pernah ada pertemuan bersama Haposan di ruang kerja Radja untuk membahas rencana pembagian tersebut. “Keterangan saksi-saksi tidak bersesuaian satu sama lain, sehingga majelis kesulitan bahwa ada rencana pembagian dari uang yang diblokir,” urai Sudarwin. Menurut hakim, keterangan tentang Susno yang meminta bagian Rp3,5 miliar jika blokir rekening dibuka hanya berasal dari keterangan Haposan yang tidak didukung dengan alat bukti yang lain. Bahkan sebaliknya, menurut hakim, berdasarkan keterangan dari Brigjen Edmon Ilyas dan Susno Duadji, rekening tersebut awalnya tidak disetujui untuk dibuka. “Majelis tidak memperoleh fakta bahwa terdakwalah yang menghubungi Susno untuk membuka blokir rekening Gayus Tambunan,” terang hakim. Sudarwin mengungkapkan, majelis hakim mempertimbangkan kondisi terdakwa yang sudah berusia lanjut dan beberapa kali menjalani operasi. “Terdakwa juga pernah mengabdi pada negara melalui departemen luar negeri dan menjadi staf ahli di kepolisian dan kejaksaan,” paparnya. Namun perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Mendengar vonis selama 18 bulan itu, ekspresi muka Sjahril menunjukkan ketidakpuasan. Namun dia tidak buru-buru untuk menyatakan sikapnya atas vonis itu. “Kami minta waktu satu minggu dulu, yang mulia,” kata Sjahril setelah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Hotma Sitompoel. Kepada wartawan usai sidang, Sjahril menilai vonis hakim tergolong berat. “(Saya) kecewa. Seharusnya saya bebas,” kata Sjahril yang mengenakan kemeja putih lengan pendek. “Kami akan pikir-pikir dulu karena banyak yang harus dikonsultasikan,” tambah Hotma Sitompoel. Sikap yang sama juga ditunjukkan jaksa penuntut umum yang memilih untuk menggunakan waktu tujuh hari sebelum menyatakan menerima putusan atau mengajukan banding. “Kami pikir-pikir,” kata jaksa Sila Pulungan. (fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: