Ekonomi RI Bisa Ambyar, Konsistensi Meleset
JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono berharap kebijakan RAPBN 2021 akan diarahkan pada upaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi. Ini sejalan dengan penjelasanPresiden Joko Widodo, dalam Penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan Negara.
Penegasan, serta pesan-pesan yang disampaikan Presiden, harus pula sampai ke kabinet dalam bentuk implementasinya kerja. Realisasinya pun sudah ditunggu dan harus dirasakan rakyat secara menyeluruh.
”Skemanya sudah dilakukan oleh pemerintah. Tinggal dimainkan lagi langkah dan hasilnya secara cermat. Saya bisa katakan Indonesia sangat tangguh dalam posisi saat ini, jika dibandingan sejumlah negara lainnya yang terimbas, dan mendekati krisis,” terangnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Sabtu (15/8).
Ditambahkan Arief, apa yang disampaikan Menko Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dalam beberapa kesempatan, merupakan skenario, atau pondasi mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.
”Ya ini jalannya. Dan bersama sudah kita simak, pidato Presiden Joko Widodo dalam penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan. Ini memastikan perwujudan rencana tersebut membutuhkan relaksasi defisit anggaran. Kebijakan relaksasi defisit melebihi tiga persen dari PDB masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal, itu pesan yang harus sampai,” paparnya.
Ditambahkan Arief, pelebaran defisit anggaran itu sudah dilakukan pada 2020 mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara menurun akibat Covid-19.
Dalam RAPBN 2021, defisit anggaran direncanakan sekitar 5,5 persen dari PDB atau Rp971,2 triliun. Target ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di 2020 sebesar 6,34 persen dari PDB atau Rp1.039,2 triliun.
”Nah melalui defisit yang sudah dsampaikan, maka perlu menggejot pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp1.776,4 triliun dengan belanja negara mencapai Rp2.747,5 triliun. Presiden bisa memastikan defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati,” terang Arief.
Dengan catatan, sambung dia, pembiayaan utang dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi. ”Dan ingat ya, pengelolaan utang yang hati-hati, harus selalu dijaga pemerintah secara konsisten. Tanpa konsistensi, ekonomi kita bisa ambyar!” tegasnya.
Sebelumnya Presiden menegaskan, komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal ikut diupayakan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali.
”Pemerintah terus meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur pasar Surat Berharga Negara (SBN), diversifikasi, dan mendorong penerbitan obligasi/sukuk daerah. Dan catata besar saya, dalam hingga hari ini, Indonesia menjadi negara yang tangguh, dalam menghadapi krisis,” tegas Arief.
Terpisah, Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai defisit defisit anggaran yang ditargetkan dalam RAPBN 2021 masih kurang besar karena pemerintah masih membutuhkan ruang untuk belanja.
”Ya tentu saja tidak ada masalah dengan pelebaran defisit. Saya justru berpandangan defisitnya kurang besar. Pemerintah masih terlalu berhati-hati,” ujar Piter
Angka-angka dalam pelebaran defisit anggaran masih dibutuhkan mengingat penerimaan pajak belum dapat diandalkan untuk pembiayaan APBN, karena dunia usaha belum sepenuhnya pulih dari tekanan Covid-19. ”Pemerintah harus lebih progresif dan kerja lebih keras,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: