Di Indonesia, Ditemukan Strain Baru Virus Corona
Sedangkan untuk mutan Q677H, karena baru ditemukan di Surabaya bisa jadi datanya yang belum ada.
“Hal tersebut akan dipelajari seperti membuat blok di wilayah itu. Kami juga akan mengkaji secara protein interaction dan tentu dengan pemodelan yang ada berdasarkan motif pemotongan protein purin terhadap spike untuk menjadi S1 dan S2,” tuturnya.
Sementara itu, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anggia Prasetyoputri mengatakan hingga kini belum ada bukti klinis bahwa mutasi D614G lebih efektif menular atau infeksius pada manusia.
Sebuah studi telah menunjukkan virus yang membawa mutasi D614G lebih infeksius pada kultur sel di laboratorium.
“Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut apakah memang virus pembawa mutasi D614G menjadi lebih infeksius pada manusia dibanding virus yang tidak memiliki mutasi tersebut. Selain itu, belum ada bukti yang jelas apakah gejala klinis pasien yang terinfeksi virus pembawa mutasi D614G akan berbeda dengan strain sebelumnya,” ujarnya.
Ditegaskannya, salah satu faktor yang menyebabkan virus bisa lebih infeksius adalah terjadinya mutasi. Pada dasarnya virus memang mudah bermutasi karena proses replikasi materi genetik virus yang rentan mengalami kesalahan.
“Jadi, ada potensi terjadinya mutasi yang bisa menyebabkan virus lebih infeksius. Tapi, tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti kapan itu akan terjadi dan mutasi di bagian mana dari genom virus yang berperan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Unair Surabaya akan segera merilis senyawa bakal calon obat COVID-19.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami bisa mematenkan senyawa obat atau yang disebut bakal calon obat spesifik COVID-19. Saat ini sedang dalam pematenan, pembuatan nama dan sebagainya,” ujar Rektor Unair Mohammad Nasih.
Diungkapkannya bakal calon obat COVID-19 ini telah melalui uji in vitro dan in vivo dengan hasil yang memuaskan. Namun, masih ada tiga tahapan besar yang harus dilalui untuk menjadikan senyawa ini menjadi obat COVID-19.
“Senyawa bakal calon obat spesifik COVID-19 masih membutuhkan tiga tahapan, yakni proses untuk menghilangkan bakal dan calon sehingga menjadi obat. Jadi masih banyak atau tiga tahapan lagi yang harus dilalui,” ucapnya.
Pihak Unair memutuskan untuk mematenkan senyawa atau bakal calon obat ini terlebih dahulu karena berkaitan dengan rumus dan formula tertentu yang berhasil diteliti secara autentik oleh tim peneliti Unair.
“Kalau tidak dipatenkan dulu, kalau di-publish dulu nanti orang lain yang menangkap dan menggunakannya. Mereka bisa mudah membuatnya. Kamipatenkan dulu senyawanya, baru nanti kami publish ke jurnal-jurnal kemudian,” katanya.
“Paling tidak ini membuktikan bahwa kami tidak hanya fokus pada yang emergency product jangka pendek, yang kombinasi itu tapi juga yang jangka panjang,” katanya.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: