Belum Ada Bukti Penularan D614G
KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito mengungkap, pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap pengembangan vaksin virus Corona (Covid-19). Dilaporkan, saat ini sudah ada 1.800 orang yang mendaftar sebagai relawan uji klinik vaksin.
\"Pemerintah terus mengupayakan percepatan penanganan Covid-19. Termasuk juga dengan pencarian. Selain itu, juga terlibat dalam pengembangan dan penyediaan alternatif obat dan vaksin untuk penanganan Covid-19,\" ujar Penny di Jakarta, Selasa (1/9).
Data WHO, sudah ada 33 kandidat vaksin dari seluruh dunia. Semuanya dalam tahap uji klinis. Sementara itu, ada sekitar 143 kandidat yang berada pada tahap lainnya.
Indonesia memiliki dua jalur pengembangan vaksin. Pertama yakni vaksin merah putih kerja sama antara Kemenristek/BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dengan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.
\"BPOM telah membuat roadmap tahapan pengembangan vaksin yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan data pre-klinik, klinik dan mutu dari vaksin yang akan dibuat. Selanjutnya, akan ditindaklanjuti dengan FGD bersama stake holder terkait,\" terangnya.
Kedua, adalah kerja sama Indonesia dengan perusahaan dari negara lain. Saat ini BPOM mendampingi kerja sama vaksin antara Sinovac dari China dengan PT Biofarma. Selain itu, ada juga kerja sama G42 Uni Emirat Arab dan Sinopharm bersama PT Kimia Farma.
Kerja sama lainnya adalah antara perusahaan bioteknologi Korea Selatan, Genexine Inc dengan PT Kalbe Farma. \"Ada juga beberapa komunikasi dengan negara lain yang sudah memulai untuk tahap-tahap pengembangan selanjutnya,\" paparnya.
BPOM melaporkan pengembangan soal uji coba vaksin Sinovac yang dimulai pada 11 Agustus lalu. Ini melibatkan peneliti dari Fakultas Kedokteran, Unpad.
\"Target subyek sebanyak 1.620. Saat ini ada 1.800 sukarelawan yang sudah mendaftar sebagai subyek uji klinik. Hingga akhir Agustus 2020 ini terdapat kurang lebih 500 subyek yang telah direkrut dan telah mendapatkan tahapan penyuntikan,\" imbuhnya.
Terpisah, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anggia Prasetyoputri mengatakan belum ada bukti klinis terkait virus SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G yang menyebabkan Covid-19 lebih efektif menular pada manusia.
Sebuah studi menunjukkan, virus yang membawa mutasi D614G lebih infeksius pada kultur sel di laboratorium. \"Masih perlu penelitian lebih lanjut. Apakah memang virus pembawa mutasi D614G menjadi lebih infeksius pada manusia dibanding virus yang tidak memiliki mutasi tersebut. Belum ada bukti yang jelas apakah gejala klinis pasien yang terinfeksi virus pembawa mutasi D614G akan berbeda dengan strain sebelumnya,\" jelas Anggia di Jakarta, Selasa (1/9).
Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan virus bisa lebih infeksius adalah terjadinya mutasi. Sebab, pada dasarnya virus memang mudah bermutasi. Ini karena proses replikasi materi genetik virus yang rentan mengalami kesalahan.
\"Ada potensi atau kemungkinan terjadinya mutasi yang bisa menyebabkan virus lebih infeksius. Namun tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti kapan itu akan terjadi,\" terangnya.
Untuk saat ini, lanjut Anggia, lebih baik menjaga diri dengan melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin. Seperti menjaga jarak, memakai masker, dan selalu mencuci tangan dengan sabun. (rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: