Dokter Ilmuwan
SAYA pernah kasihan pada dokter saya di Tiongkok. Ia dimarahi bos besar di rumah sakit itu.
Bos itu juga seorang dokter. Bahkan doktor (S-3)-nya didapat dari Jepang.
Kemarahan bos itu gegara keluhan saya. Yang berhari-hari tidak segera teratasi.
Saya lupa punya keluhan apa saat itu. Tapi tidak pernah lupa kata-kata marah dari sang bos tersebut.
”Pikirkan terus kenapa seperti itu. Jadi dokter itu harus terus berpikir. Jangan pernah berhenti menjadi ilmuwan,” kira-kira begitu ujar bos tersebut.
Ia kesal melihat dokter yang biasa-biasa saja.
Rupanya sang bos mengira saya tidak mengerti isi kemarahannya itu. Memang saya belum mengerti sepenuhnya semua isi kata-katanya, tapi saya sudah bisa menyimpulkan ucapan-ucapannya itu. Apalagi disertai ekspresi wajah yang seperti itu.
Sang bos sendiri memang punya jiwa ilmuwan yang tinggi. Ialah yang mengembangkan transplantasi hati di rumah sakit itu. Mulai nol. Sampai bisa melakukan transplantasi lebih dari 3.000 kali setahun.
Yang ditransplan pun bukan hanya hati, juga jantung, ginjal, mata, dan apa saja.
Teater operasi di rumah sakit itu begitu banyak. Bisa 13 operasi dilakukan serentak dalam waktu bersamaan. Begitu datang satu donor, beberapa organnya bisa diambil dan dipasangkan ke beberapa orang secara serentak.
Bos itu sendiri bukan tidak pernah gagal. Transplan pertama yang ia lakukan tidak berhasil. Orangnya meninggal dunia.
Yang berbeda adalah: Organ yang gagal itu ia masukkan stoples besar. Direndam dalam cairan pengawet.
Stoples besar itu ia tempatkan di meja kerjanya. Ia menjadikan stoples tersebut monumen kegagalannya. Untuk jangan sampai terjadi lagi.
Suatu saat ada reuni besar orang-orang yang berhasil menjalani transplan di rumah sakit itu. Tempatnya di gedung pertemuan untuk acara-acara besar di Tianjin. Ribuan orang hadir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: