Inovasi Padi Cerdas Iklim IPB Hadir di Cirebon
dosen IPB dan petani melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat, yang bertajuk "Pelatihan Terpadu Peningkatan Resiliensi Pertanian terhadap Bencana Banjir dan Perubahan Iklim", yang digelar di Kecamatan Waled, pada Selasa (8/7/2025).-Cecep Nacepi-radarcirebon.com
CIREBON, RADARCIREBON.COM - Sejumlah dosen dari Institut Pertanian Bogor (IPB) memperkenalkan inovasi benih padi unggul IPB 9G dan IPB 13S kepada petani Desa Ciuyah, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon. Hal itu, menjadi harapan baru bagi para petani di daerah rawan banjir.
Pengenalan benih itu, dilakukan melalui kegiatan pengabdian masyarakat, yang bertajuk "Pelatihan Terpadu Peningkatan Resiliensi Kelompok Petani Padi terhadap Bencana Banjir dan Perubahan Iklim melalui Pemilihan Varietas", yang digelar pada Selasa (8/7/2025).
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari program nasional Dosen Pulang Kampus (DosPulkam) IPB 2025. Sekaligus merupakan inisiatif dari Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Agromaritime (PMA) IPB yang bertujuan membawa hasil riset kampus ke tengah masyarakat, terutama di daerah-daerah yang membutuhkan solusi nyata dalam menghadapi krisis pertanian dan iklim.
Dalam kegiatan itu, sebanyak 30 petani dari Desa Ciuyah menjadi peserta aktif dalam pelatihan tersebut. Wilayah tersebut, diketahui sering mengalami banjir musiman, terutama saat curah hujan tinggi.
BACA JUGA:Dukung Pembangunan Berkelanjutan, Green Financing BRI Terus Tumbuh Capai Rp89,9 Triliun
“Kami ingin menghadirkan teknologi yang tidak hanya unggul di laboratorium, tapi betul-betul relevan dan bermanfaat di lahan milik petani kecil,” ujar Anggi Nindita, SP, MSc, dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, sekaligus ketua tim pelaksana kegiatan.
Dalam kesempatan tersebut, Anggi memperkenalkan dua varietas unggul, yaitu IPB 9G dan IPB 13S, yang telah dikembangkan melalui riset panjang oleh tim pemulia tanaman IPB. Salah satu inovator utama varietas ini adalah Prof. Hajrial Aswidinoor, guru besar pemuliaan tanaman dari Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Varietas IPB 9G secara khusus dirancang untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.
Varietas IPB 9G dijuluki sebagai "padi cerdas iklim", mengingat kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan yang sub-optimum. Varietas ini menunjukkan hasil panen yang tetap tinggi dalam kondisi tanah yang tidak ideal.
“Kami berharap IPB 9G bisa menjadi solusi nyata bagi petani di daerah rawan banjir seperti Desa Ciuyah. Ini bukan hanya soal benih, tapi soal keberlanjutan mata pencaharian,” jelas Anggi.
BACA JUGA:Panen Raya Cabai dan Lele di Desa Panunggul, Cirebon: Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Masyarakat Unggul
Sebagai bentuk komitmen dalam mendorong adopsi inovasi ini, tim pengabdian juga menyerahkan langsung kelas benih dasar IPB 9G dan IPB 13S kepada perwakilan petani. Dengan demikian, petani memiliki kesempatan langsung untuk membudidayakan dan menguji performa benih di lahan mereka masing-masing.
Kegiatan tersebut mendapat respon positif dari petani dan Pemerintah Desa. Salah satunya Pak Tarwin, seorang petani senior Desa Ciuyah. Katanya, banjir selalu menjadi momok tahunan yang membuat hasil panen berkurang drastis.
"Kehadiran benih baru yang lebih tahan terhadap genangan air membuatnya optimistis bisa menanam padi lebih tenang, tanpa khawatir gagal panen," terangnya.
Kolaborasi Multidisiplin untuk Ketahanan Pangan Lokal. Selain dari bidang pertanian, kegiatan ini juga melibatkan dosen dari bidang komunikasi pembangunan dan ilmu gizi, yakni Sriwulan Ferindian F, MSi dan Dina Nurdinawati, SKPM, MSi dari Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), serta Muhammad Aries, SP, MSi, dosen Ilmu Gizi FEMA IPB.
BACA JUGA:Wabup Cirebon Buka Kejuaraan Karate Pelajar, Targetkan Cetak Bibit Unggul
Kehadiran mereka memperkaya materi pelatihan, karena resiliensi petani bukan hanya soal benih, tetapi juga soal ketahanan sosial dan konsumsi pangan yang adaptif.
Menurut Muhammad Aries, dampak banjir bukan hanya dirasakan di sawah, tetapi juga di dapur keluarga petani. Ketika panen gagal, risiko kekurangan pangan dan penurunan gizi pada anak-anak meningkat drastis.
“Karena itu, kami dorong agar para petani mulai memikirkan strategi ketahanan pangan rumah tangga, misalnya melalui pemanfaatan pekarangan dan diversifikasi sumber karbohidrat,” jelas Aries. (cep/opl)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


