JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memproyeksikan ekonomi nasional pada Oktober 2020 akan membaik. Oktober ini akan inflasi, setelah sebelumnya tiga bulan berturut-turut deflasi.
Keyakinan inflasi karena dibukanya semua sektor perekonomian pasca-Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Terutama oleh DKI Jakarta yang beberapa waktu lalu menarik rem darurat PSBB.
“Pada lanjutannya (pelonggaran PSBB), bersamaan dengan percepatan pengeluaran belanja APBN, pemulihan ekonomi nasional dan APBD,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, kemarin (1/11).
Di sisi, lanjut dia, daya beli, permintaan domestik juga menunjukkan peningkatan signifikan mulai pertengahan September. Ini tercermin dari peningkatan Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI), perdagangan eceran, indeks keyakinan konsumen, dan uang beredar. ”Di tengah peningkatan demand dan puncak panen mulai menurun maka wajar inflasi mulai meningkat,” katanya.
Terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya memperkirakan inflasi pada Oktober 2020 sebesar 0,06 persen secara bulanan (month to month/mtm. Secara tahunan, inflasi Oktober 2020 akan sebesar 1,44 persen (year on year/yoy).
“Inflasi Oktober didorong oleh kenaikan inflasi harga bergejolak terindikasi serta inflasi harga yang diatur pemerintah,” katanya.
Seirama, Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi memproyeksikan pada Oktober 2020 akan terjadi inflasi sebesar 0,05 persen mtm atau 1,4 persen yoy.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga BI pada Minggu II Oktober 2020, perkembangan harga pada bulan Oktober 2020 diperkirakan inflasi sebesar 0,02 persen (mtm).
“Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Oktober 2020 secara tahun kalender sebesar 0,91 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,39 persen (yoy),” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko.
Adapun, kata dia, penyumbang utama inflasi pada periode laporan antara lain berasal dari komoditas cabai merah sebesar 0,06 persen (mtm), minyak goreng dan bawang merah masing-masing sebesar 0,01 pesen (mtm). (din/fin)