MUNDU - Nelayan Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu bersama para aktivis lingkungan internasional Greenpeace, kemarin (19/10) melakukan kampanye damai terkait penolakan penggunaan batubara untuk bahan bakar PLTU Cirebon.
Dalam aksi tersebut, para nelayan melumuri tubuh mereka dengan debu batubara, kemudian melakukan iring-iringan dengan menggunakan perahu nelayan ke perairan sekitar proyek PLTU, dan membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan Batubara Mematikan yang dipasang di perahu nelayan tersebut. “Ini adalah bentuk tuntutan kami kepada pemerintah Indonesia terhadap pemakaian batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik PLTU. Sebab, masih banyak sumber energi diperbaharui bisa digunakan sebagai bahan bakar listrik, seperti energi matahari dan angin yang secara langsung tidak berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat sekitar,” papar Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
Dia menambahkan, polusi udara dari pembakaran batubara bisa merusak mata pencaharian. “Membakar batubara juga mempercepat perubahan iklim yang akan berdampak buruk pada masyarakat seluruh negeri dan Indonesia adalah termasuk negara yang paling rentan dan paling tidak siap menghadapi perubahan iklim,” tambah Arif.
Di dalam laporan hasil kajian Greenpeace Asia Tenggara bekerjasama dengan Jaringan Tambang (Jatam) Indonesia dan Walhi, jelas dia batubara juga secara drastis memengaruhi kesehatan masyarakat sekitar tambang dan proyek PLTU.
Terkait penolakan kedatangan Greenpeace ke Cirebon oleh LSM GMBI, Arif merasa terkejut. Ia menilai, LSM GMBI belum terlalu kenal dengan gerakan yang dilakukan Greenpeace. ”Kami tidak ada kaitannya dengan politik asing, yang kami lakukan hanya memperjuangkan masyarakat Waruduwur untuk terbebas dari batubara,”
Sementara itu, Peneliti Politik Pertambangan dari LIPI, Dr Erwiza Erman menuturkan, yang paling bertanggungjawab atas penderitaan masyarakat ke depan adalah pemerintah dan pengusaha, karena dua aktor tersebut yang mempunyai kepentingan atas berdirinya proyek PLTU. (jun)
MUNDU - Nelayan Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu bersama para aktivis lingkungan internasional Greenpeace, kemarin (19/10) melakukan kampanye damai terkait penolakan penggunaan batubara untuk bahan bakar PLTU Cirebon.Dalam aksi tersebut, para nelayan melumuri tubuh mereka dengan debu batubara, kemudian melakukan iring-iringan dengan menggunakan perahu nelayan ke perairan sekitar proyek PLTU, dan membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan Batubara Mematikan yang dipasang di perahu nelayan tersebut. “Ini adalah bentuk tuntutan kami kepada pemerintah Indonesia terhadap pemakaian batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik PLTU. Sebab, masih banyak sumber energi diperbaharui bisa digunakan sebagai bahan bakar listrik, seperti energi matahari dan angin yang secara langsung tidak berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat sekitar,” papar Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.Dia menambahkan, polusi udara dari pembakaran batubara bisa merusak mata pencaharian. “Membakar batubara juga mempercepat perubahan iklim yang akan berdampak buruk pada masyarakat seluruh negeri dan Indonesia adalah termasuk negara yang paling rentan dan paling tidak siap menghadapi perubahan iklim,” tambah Arif.Di dalam laporan hasil kajian Greenpeace Asia Tenggara bekerjasama dengan Jaringan Tambang (Jatam) Indonesia dan Walhi, jelas dia batubara juga secara drastis memengaruhi kesehatan masyarakat sekitar tambang dan proyek PLTU. Terkait penolakan kedatangan Greenpeace ke Cirebon oleh LSM GMBI, Arif merasa terkejut. Ia menilai, LSM GMBI belum terlalu kenal dengan gerakan yang dilakukan Greenpeace. ”Kami tidak ada kaitannya dengan politik asing, yang kami lakukan hanya memperjuangkan masyarakat Waruduwur untuk terbebas dari batubara,” Sementara itu, Peneliti Politik Pertambangan dari LIPI, Dr Erwiza Erman menuturkan, yang paling bertanggungjawab atas penderitaan masyarakat ke depan adalah pemerintah dan pengusaha, karena dua aktor tersebut yang mempunyai kepentingan atas berdirinya proyek PLTU. (jun)