KPK Geledah Kantor Pengacara Hotma

Minggu 28-07-2013,12:12 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA – Setelah penetapan Mario Carlio Bernardo sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menggeledah ruang kerja pengacara muda tersebut. Penggeledahan yang dimulai Jumat (26/7) pukul 20.00 WIB itu berakhir pada Sabtu dini hari (27/7), pukul 01.00. Tiga kardus diamankan dari ruang kerja Mario di kantor Hotma Sitompul Associates. Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku, tidak tahu detail dokumen apa saja yang diamankan. Dia hanya mengatakan, semua data yang dibawa berkaitan dengan upaya suap. ”Ada beberapa ruangan dan dokumen yang diamankan. Penggeledahan dilakukan karena diduga ada jejak-jejak tersangka di sana,” jelas Johan, kemarin (27/7). Saat ditanya apakah data-data tersebut akan menjadi pijakan untuk memeriksa orang lain, Johan belum bisa memastikan. Yang jelas, KPK masih terus mendalami kasus itu untuk mencari tahu ada tidaknya pemberi atau penerima suap selain Mario dan Djodi Supratman, pegawai Mahkamah Agung (MA). Dari pemantauan di lokasi penggeledahan, tidak banyak petugas keamanan dari Kantor Hotma mengawasi tim penyidik KPK. Hanya awak jurnalis dari berbagai media menunggu hingga penggeledahan selesai. Sebelumnya, seorang pengacara partner di kantor firma hukum Hotma Sitompul Associates ditangkap KPK pada Kamis (25/7). KPK juga menangkap Djodi dalam kasus yang sama. Hotma sudah membenarkan penangkapan anak buahnya itu saat memberikan keterangan pers pada hari yang sama. Sementara itu, penetapan Mario sebagai tersangka menyisakan kontroversi. Dalam acara diskusi bertajuk Advokat Juga Manusia di Jakarta kemarin (27/7), pihak Mario tetap menegaskan, tidak memberikan suap. Mereka berdalih uang puluhan juta yang diberikan hanya bagi-bagi tunjangan hari raya (THR) kepada kolega di Mahkamah Agung (MA). Tommy Sihotang, kuasa hukum Mario, mengklaim bahwa uang itu bukan suap, karena sang penerima bukan pengambil keputusan dalam penanganan perkara. Disebutkan, Djodi Supratman (yang juga ditangkap KPK) hanyalah pegawai di Pusdiklat MA. Jadi, tidak masuk akal kalau Mario memberikan suap dengan maksud Djodi bisa mengurus kasus tertentu. ”Mario hanya bagi-bagi THR, orang baik dia ini. Janganlah kita berprasangka dia melakukan suap,” ujar Tommy. Dia memastikan Mario tak memiliki kepentingan menyuap karena kliennya tidak sedang menangani kasus di MA. Apalagi, KPK sudah memastikan Mario bukanlah kuasa hukum Hutomo Wijaya Ongowarsito dalam kasus penipuan yang perkaranya ditangani MA. Sebelumnya KPK menjadikan Mario dan Djodi sebagai tersangka karena diduga mengurus kasus kasasi di MA. Nah, kasus yang dipermainkan adalah perkara penipuan yang melibatkan Hutomo. Jubir KPK Johan Budi pada Jumat (26/7) menegaskan bahwa Mario bukan pengacara Hutomo. Tommy menambahkan, bila Mario memang berniat menyuap hakim, sudah pasti jumlahnya lebih dari apa yang ditemukan KPK, yakni Rp78 juta. Alasannya, uang sebanyak itu tidak cukup untuk menggoda hakim MA. ”Kalau dibagi tiga, satu hakim Rp20 jutaan. Itu buat makan siang aja nggak cukup,” tuturnya. Dia tidak yakin uang Rp78 juta yang disita KPK saat menangkap basah Djodi mampu membuat hakim agung berubah pikiran dan memenangkan perkara. Karena itulah, pria yang juga menjabat wakil ketua umum Kongres Advokat Indonesia (KAI) tersebut yakin Mario tidak menyuap. Meski demikian, Tommy belum bisa memastikan motif Mario memberikan uang kepada Djodi. Dia berdalih belum bertemu Mario untuk membicarakan permasalahan kliennya secara mendalam. ”Mungkin terkait dengan kasus-kasus lama yang masih ditangani dia. Kemungkinan ya, karena Senin saya baru mau ketemu Mario,” jelasnya. Tommy mengakui, penangkapan Mario tidak berarti profesi advokat benar-benar jauh dari suap. Dia membuka fakta bahwa profesinya sangat memungkinkan terjerumus dalam pemberian suap. Kadang cara itu (suap) harus dilakukan supaya kemenangan saat menangani kasus bisa berpihak. Ujung-ujungnya, portofolio kemenangan bisa membuat pengacara laris manis. ”Itu sudah jadi rahasia umum kalau ada praktik suap-menyuap advokat,” ucap Tommy. Namun, dia mengatakan, ada perbedaan antara pemberian uang tip dan suap, terutama pada panitera pengganti. Menurut dia, tip merupakan bentuk terima kasih. Itu dinilai wajar, karena pekerjaannya mampu mendapat uang jutaan dari klien. Berbagi rezeki itu, bagi Tommy, tak berarti membuat advokat emoh untuk diajak bersih. Dia sempat menyayangkan sikap KPK yang langsung membawa kasus penangkapan Mario ke ranah hukum. Padahal, itu pelanggaran kode etik advokat. ”Mana ada orang yang tega di Jakarta memberikan Rp2 ribu. Wajar kalau kita kasih Rp1 juta kepada pelayan persidangan,” tandasnya. Tommy juga sempat menyentil MA yang menurutnya kerap membuka celah terjadinya suap. Salah satu caranya adalah mempermainkan amar putusan tanpa mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Hal tersebut bisa dilakukan karena tidak ada lagi yang mengawasi para hakim agung. Tertangkapnya Mario dan Djodi merupakan cermin penegakan hukum yang masih amburadul. Tetapi, tidak ada pihak yang bisa dianggap dominan melakukan kesalahan. Selain itu, Tommy menegaskan, yang dialami kliennya tidak berkaitan dengan firma hukum Hotma Sitompul. Dia berharap Hotma tidak selalu dikaitkan karena memang berbeda. Apalagi, kantor pengacara keduanya berbeda. Itu bisa dilihat dari kop surat, cap, hingga tanda tangan. Perilaku kotor advokat juga disampaikan Nudirman Munir. Anggota Komisi III DPR itu menyebut suap menjadi salah satu cara pengacara untuk memenangi kasus. ’’Kalau lawyer tidak melakukan suap, kasusnya bisa kalah terus,’’ katanya di tempat yang sama.(dim/gun/c10/agm)

Tags :
Kategori :

Terkait