JAKARTA - Olahraga bulu tangkis Indonesia tercoreng oleh ulah delapan atlet. Mereka dinyatakan terlibat kasus pengaturan skor atau match fixing. Delapan pebulutangkis Indonesia tersebut adalah Hendra Tandjaya (HT), Ivandi Danang (ID), Androw Yunanto (AY), Sekartaji Putri (SP), Mia Mawarti (MM), Fadilla Afni (FA), Aditiya Dwiantoro (AD), dan Agripinna Prima Rahmanto Putra (AP). Mereka dinyatakan Federasi Bulu Tangkis Dunia atau BWF terlibat praktik match fixing atau pengaturan skor pertandingan demi uang.
Dalam laporan yang dipublikasi BWF, Jumat (8/1), kedelapan pemain itu terbukti melanggar regulasi terkait pengaturan skor, manipulasi, hingga perjudian dalam pertandingan bulu tangkis. Keterlibatan tersebut diketahui berawal dari laporan seorang whistleblower. Setelah ditindaklanjuti dan berdasarkan hasil investigasi dan wawancara pelaku, mereka terbukti.
“Kedelapan pemain itu telah diskors sementara sejak Januari 2020 hingga keputusan diambil melalui proses dengar pendapat,” tulis BWF.
BWF dalam laporannya juga menyebutkan, para pebulu tangkis tersebut saling mengenal satu sama lain. Dan para atlet tersebut lebih banyak bertanding di tur dunia level rendah. Adapun aksi match fixing itu kebanyakan dilakukan pada turnamen yang digelar Asia hingga 2019.
Diungkapan BWF, HT sudah terlibat dalam aksi match fixing dengan ID, yang bertindak sebagai “investor” sekaligus ‘bookmaker’ pada periode 2015-2017. HT kemudian mulai mengorganisasi para pemain lain untuk ikut memanipulasi skor dan hasil pertandingan.
HT, ID, dan AY diskors dari semua kegiatan yang berhubungan dengan bulu tangkis seumur hidup.
Sementara AD, FA, AP, SP, dan MM masing-masing menyetujui permintaan HT untuk memanipulasi skor dan setuju untuk kalah dalam pertandingan demi sejumlah uang yang ditawarkan mulai dari Rp5 juta hingga Rp10 juta.
Lima pebulutangkis tersebut diskors antara 6 sampai 12 tahun dan denda masing-masing antara USD3.000 (Rp42,2 juta) dan USD12.000 (Rp168,9 juta).
Sesuai Prosedur Yudisial, kedelapan atlet itu memiliki hak untuk mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) dalam waktu 21 hari sejak pemberitahuan keputusan yang beralasan.
Kepala Bidang Humas dan Media Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) Broto Happy mengutuk aksi delapan pebulutangkis Indonesia tersebut.
\"PBSI mengutuk perbuatan tercela tersebut yang telah mencederai nilai-nilai luhur olahraga yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap atlet, seperti sportivitas, fair play, menghormati, jujur, dan adil,\" kata Broto dalam siaran persnya.
Dia pun memastikan delapan atlet tersebut bukan anggota Pelatnas Cipayung. \"Bisa dipastikan, delapan pebulu tangkis yang dihukum BWF tersebut bukan atlet penghuni Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur,\" tegasnya.
Dikatakannya PBSI telah menerima surat pemberitahuan secara resmi dari BWF terkait kasus delapan pebulutangkis itu.
\"BWF sudah memberi tahu PBSI sebagai federasi bulutangkis di Indonesia tentang kejadian ini, ada surat resminya yang sudah diterima PBSI,\" katanya.
Terkait kesempatan kepada delapan pebulutangkis Indonesia mengajukan banding atas sanksi diberikan, PBSI memilih menunggu.