Pertumbuhan Ekonomi Melambat

Senin 05-08-2013,10:22 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Sepanjang kuartal I ini Indonesia mencatat kondisi perekonomian yang terburuk. Tingkat inflasi yang mencapai 3,29 persen, melemahnya nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi di bawah ekspektasi. Menteri Perindustrian MS Hidayat khawatir kondisi itu bakal menghambat investasi di Indonesia. \"Ini memang tekanan yang sangat berat. Memang nanti diramalkan pertumbuhan  PDB Indonesia hingga akhir tahun sekitar 5,9 persen saja. Jika ini tidak diperbaiki akan menghambat investasi,\" katanya pada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) saat ditemui di Jakarta Convention Center, kemarin. Menurut Hidayat, pertumbuhan PDB itu menjadi salah satu faktor utama pengusaha untuk menanamkan modalnya baik dalam bentuk investasi baru ataupun peningkatan kapasitas. Sebab di situ akan terlihat daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat semakin tinggi maka sektor produksi bakal digenjot. Hidayat mengungkapkan saat ini ada beberapa perusahaan telah menunda realisasi investasinya. Pengusaha itu, lanjutnya, bakal melihat situasi perekonomian Indonesia stabil. \"Belum ada yang mencabut investasinya, tapi ada beberapa yang menunda. Mereka akan melihat dulu, apakah tekanan inflasi, pelemahan rupiah itu akan berpengaruh pada tingkat daya beli. Jika masih tinggi tidak akan ada masalah bagi mereka,\" terangnya. Menurut pengamatan Hidayat, sejauh ini daya beli masyarakat masih cukup tinggi. Sehingga dia masih optimis, Indonesia masih dijadikan surga investasi. Hidayat menambahkan, saat ini dunia usaha dan pemerintah masih berusaha agar pertumbuhan perekonomian bisa mencapai enam persen. Sebab jika pertumbuhan perekonomian dan investasi turun maka kan mempersempit kesempatan kerja. Menurut Hidayat dampak itu jauh lebih penting perting dibanding dampak lainnya. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi justru pesimis dengan keadaan perekonomian ke depan. Bahkan dia yakin pertumbuhan perekonomian hingga akhir tahun ini tidak akan mencapai 6 persen. \"Jika Indonesia bisa mencapai 5,7 persen hingga 5,8 persen saja itu sudah bagus,\" jelasnya. Menurut Sofyan, saat ini yang harus dilakukan oleh pemerintah yakni mengurangi impor produk yang bukan kebutuhan vital. Misalkan saja belanja mobil mewah impor dan pesawat yang transaksinya memberatkan neraca perdagangan.  Mengurangi impor , lanjutnya, merupakan satu-satunya jalan. Sebab saat ini harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti sawit harganya sedang turun. Jika penghematan itu tidak dilakukan, sofyan khawatir tahun depan Indonesia bakal mengalami defisit neraca perdagangan yang lebih hebat. Sementara untuk investasi, Sofyan sudah melihat adanya penurunan. Penurunan itu sudah terlihat sejak awal tahun ketika Indonesia menetapkan upah maksimum kerja yang tinggi, kenaikan listrik, dan BBM. Beberapa perusahaan ada yang berniat untuk eksodus ke Filipina dan Myanmar. \"Indikasi penurunan investasi ini salah satunya penurunan impor barang modal,\" ucapnya. Penurunan barang modal, lanjutnya, bisa dijadikan indikasi terhadap realisasi investasi 6-9 bulan ke depan. Penurunan barang modal itu sudah terlihat sejak kuartal pertama. Sehingga dia memprediski pada kuarta II dan IV nanti bakal terlihat perlambatan investasi. Jika penurunan impor barang modal terus berlanjut hingga kuartal IV nanti, Indonesia harus berhati-hati pada 2014 nanti. (uma)

Tags :
Kategori :

Terkait