PADA masa pandemi ini muncul beragam modalitas untuk mengetahui apakah kita terkena infeksi Covid-19 atau tidak. Dimulai dari pemeriksaan PCR atau polymerase chain reaction yang mendeteksi adanya mRNA virus SARS-CoV-2 hingga rapid test. Rapid test terdiri dari dua jenis, yaitu rapid test antibodi dan antigen (swab antigen).
Menurut ahli di Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tes antigen adalah immunoassay yang mendeteksi keberadaan antigen virus tertentu, yang menunjukkan infeksi virus saat ini. Tes antigen ini kini dilakukan melalui teknik swab pada hidung atau tenggorokan, seperti halnya pengambilan sampel PCR.
Tes swab antigen ini paling efektif bekerja bila dilakukan ketika seseorang dites pada tahap awal infeksi SARS-CoV-2 atau dilakukan paling lambat 5 hari setelah munculnya gejala COVID-19. Sebab di masa ini lah keberadaan virus atau viral load umumnya paling tinggi.
Tes antigen bisa mendeteksi keberadaan antigen virus Corona pada tubuh seseorang. Antigen ini terdeteksi ketika ada infeksi yang sedang berlangsung di tubuh seseorang tersebut. Saat ini, baik rapid test antibodi atau antigen, hanya digunakan untuk mendeteksi kasus suspek (atau yang sebelumnya disebut PDP, pasien dalam pengawasan) atau pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR.
Rapid test antigen ini juga dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus. Contohnya seperti pada pelaku perjalanan (termasuk kedatangan Pekerja Migran Indonesia, terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), dan penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, serta pada kelompok-kelompok rentan.
Rapid test antibodi atau antigen hanya merupakan skrining awal. Dengan kata lain, hasilnya harus tetap dikonfirmasi menggunakan pemeriksaan PCR. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas yang jauh lebih tinggi dibanding pemeriksaan rapid baik antibodi maupun antigen. Semoga bermanfaat. (*)