Tes Cepat Molekuler untuk Deteksi Tuberkulosis

Sabtu 27-02-2021,09:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

TUBERKULOSIS (TB) masih menjadi pembunuh infeksius mematikan di dunia. Setiap tahun, lebih dari 4.000 orang meninggal karena TB dan hampir 30.000 orang sakit TB. Untuk mengakhiri TB yang merupakan target global tahun 2030, diperlukan upaya bersama seluruh dunia dengan membuat komitmen kuat sebagaimana telah tercantum dalam UN High Level Meeting pada September 2018.

Dengan tema Bersama Menuju Eliminasi TB dan Melawan Covid-19, Indonesia saat ini selain masih menjadi nomor 3 terbesar TB ditambah dengan pandemi Coronavirus (yang juga menular melalui droplet) dengan ini mengajak untuk bergerak bersama dalam rangka melindungi dan menyelamatkan masyarakat Indonesia sehingga dapat mengakhiri Covid-19 sesegera mungkin dan eliminasi TB tahun 2030.

Setiap tahun, kita memperingati tanggal 24 Maret sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia untuk meningkatkan kepedulian masyarakat pada dampak TB yang juga berpengaruh pada sosial dan ekonomi penduduk, juga untuk memperkuat upaya untuk mengakhiri TB di dunia. Tanggal 24 Maret ditandai sebagai Hari TB Sedunia karena bertepatan dengan ditemukannya bakteri Mycobacterium Tuberculosis oleh Dr Robert Koch pada tahun 1882, sebagai langkah awal terbukanya upaya pencegahan dan pengobatan penyakit ini.

Metode pemeriksaan yang banyak digunakan di negara endemik TB adalah pemeriksaan mikroskopis. Namun demikian metode tersebut memiliki tingkat akurasi yang rendah, tidak mampu menentukan kepekaan obat, dan memiliki kualitas yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh tingkat keterampilan teknisi dalam melakukan pemeriksaan. Diagnosis konvensional untuk mendeteksi TB Resisten Obat bergantung pada biakan dan uji kepekaan obat yang membutuhkan waktu lama dan prosedur khusus dalam isolasi bakteri dari spesimen klinik, identifikasi bakteri Mycobacterium tuberculosis kompleks, dan uji kepekaan obat anti tuberkulosis.

Di antara beberapa permasalahan Program Penanggulangan TB adalah rendahnya penemuan kasus dan lamanya penegakan diagnosis TB. Salah satu prioritas dalam penanggulangan TB di Indonesia adalah mampu mendeteksi kasus TB secara dini, termasuk kasus dengan hasil pemeriksaan mikroskopis Basil Tahan Asam (BTA) negatif yang sering terkait dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) serta meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendiagnosis TB Resisten Obat (RO). Selama pemeriksaan, pasien mungkin mendapatkan pengobatan yang tidak sesuai, sehingga meningkatkan kemungkinan berkembangnya strain TB resisten obat. Selain dari kasus baru dan pengobatan ulang, peningkatan kasus HIV/AIDS secara langsung berdampak pada peningkatan kasus TB resistensi obat.

Prevalensi TB yang terus meningkat menjadi salah satu dasar diterapkannya metode deteksi cepat TB menggunakan pemeriksaan berbasis biomolekuler alat Tes Cepat Molekuler (TCM) TB, dengan Xpert MTB/RIF yang cepat dan dapat mengidentifikasi keberadaan Mycobacterium Tuberculosis dan resistensi terhadap obat Rifampisin secara simultan, sehingga inisiasi dini terapi yang akurat dapat diberikan dan dapat mengurangi insiden TB secara umum. Hasil penelitian skala besar menunjukkan bahwa pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF memiliki akurasi diagnosis TB yang jauh lebih baik dibandingkan pemeriksaan mikroskopis serta mendekati kualitas diagnosis dengan pemeriksaan biakan.

Teknologi molekuler dalam mendiagnosis TB sudah digunakan sejak beberapa waktu yang lalu. Namun demikian, metode yang digunakan terlalu kompleks untuk pemeriksaan rutin. Tahapan pengolahan spesimen dan ekstraksi DNA mempersulit implementasi. Pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF merupakan satu-satunya pemeriksaan molekuler yang mencakup seluruh elemen reaksi yang diperlukan termasuk seluruh reagen yang diperlukan untuk proses Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam satu katrid. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF merupakan pemeriksaan dengan teknologi Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) yang dapat mendiagnosis TB dan resistensi obat Rifampisin dalam waktu 2 jam. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF mampu mendeteksi DNA Mycobacterium Tuberculosis kompleks secara kualitatif dari spesimen langsung, baik dari spesimen dahak maupun non dahak. Selain mendeteksi Mycobacterium tuberculosis kompleks, pemeriksaan Xpert MTB/RIF juga mendeteksi mutasi pada gen rpoB yang menyebabkan resistensi terhadap obat Rifampisin. Pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan alat TCM relatif lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dengan metode konvensional yang membutuhkan waktu 3-4 bulan.

2

Pelaksanaan pemeriksaan TB dengan alat TCM pada tahap awal ditujukan pada penemuan kasus TB resisten obat dan TB-HIV, namun saat ini pemeriksaan dapat dimanfaatkan pada pemeriksaan TB biasa, TB pada anak, TB Diabetes melitus, dan TB ekstra paru. Sejak tahun 2010, WHO merekomendasikan penggunaan alat Xpert MTB/RIF sebagai pemeriksaan awal untuk diagnosis TB RO dan TB. Pada tahun 2013, rekomendasi WHO menambahkan pemeriksaan TCM dapat dilakukan pada spesimen cairan otak (Liquor Cerebro Spinal/LCS) untuk mendiagnosis meningitis TB dan tambahan rekomendasi untuk diagnosis TB pada anak, serta diagnosis TB Ekstra Paru.

Pelayanan pemeriksaan TCM TB dengan alat Xpert MTB/RIF terdapat di RS Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat dan SATPEL Kesehatan Paru Masyarakat RS Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat setiap hari kerja. Pemeriksaan TCM pada anak dan bayi yang belum bisa mengeluarkan dahak, dapat dibantu dengan induksi pengambilan dahak yaitu dengan menggunakan cara nebulasi dan suction dahak, yang dilakukan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman, sehingga para orang tua tidak perlu ragu memeriksakan anaknya untuk deteksi TB. RS Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat dan SATPEL Kesehatan Paru Masyarakat RS Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat menerima rujukan pemeriksaan TCM TB dari fasilitas kesehatan lainnya baik itu puskesmas, klinik, praktek dokter, dan rumah sakit. (*)

Oleh : Dr Johanis SpPK (Dokter Spesialis Patologi Klinik

Tags :
Kategori :

Terkait