Butuh Bukti, Bukan Keyakinan, Polri Gelar Perkara Kasus Pembunuhan Laskar FPI

Rabu 10-03-2021,12:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA-Untuk menyebut adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50 harus dikuatkan dengan bukti. Bukan hanya sekadar keyakinan adanya pelanggaran HAM berat.

Penegasan tersebut disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD usai menemani Presiden Joko Widodo menerima kedatangan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI.

“Saya katakan pemerintah terbuka kalau ada bukti mana pelanggaran HAM beratnya itu? Mana sampaikan sekarang atau kalau tidak nanti sampaikan menyusul kepada Presiden buktinya, bukan keyakinan. Karena kalau keyakinan kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C,” kata Mahfud di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (9/3).

Dikatakan Mahfud, Presiden Jokowi menerima kedatangan 7 orang perwakilan TP3, diantaranya Amien Rais, Abdullah Hemahahua, dan Marwan Batubara.

Dalam pertemuan singkat selama 15 menit itu, anggota TP3 menyampaikan satu hal pokok tentang tewasnya enam laskar FPI yang diurai dalam dua hal.

“Pertama harus ada penegakan hukum sesuai ketentuan hukum, sesuai perintah Tuhan bahwa hukum itu adil. Kedua, ada ancaman dari Tuhan kalau orang membunuh orang mukmin tanpa hak, maka ancamannya negara dihadap neraka jahanam,\" ujarnya.

Mahfud juga menyampaikan bahwa tujuh anggota TP3 menyatakan keyakinannya telah terjadi pembunuhan terhadap enam laskar FPI, dan meminta kasusnya dibawa ke pengadilan HAM berat. Sebab dinilai sebagai pelanggaran HAM berat.

2

“Pak Marwan Batubara tadi mengatakan mereka yakin 6 orang ini adalah Warga Negara Indonesia, oke kita juga; yakin mereka adalah orang-orang yang beriman, kita juga yakin, dan Pak Marwan Batubara yakin telah terjadi pelanggaran HAM berat,” ungkap Mahfud.

Namun, menurut Mahfud, keyakinan TP3 tersebut berbeda dengan kesimpulan Komnas HAM. Berdasarkan bukti dan fakta di lapangan hasil investigasi Komnas HAM, tidak ditemukan pelanggaran HAM berat. “Temuan Komnas HAM mengungkapkan apa yang terjadi di tol cikampek KM 50 itu adalah pelanggaran HAM biasa,” tambah Mahfud.

Menurutnya, Komnas HAM sudah menyelidiki sesuai dengan kewenangan Undang-Undang. “Apa? Pelanggaran HAM berat itu 3 syaratnya. Pertama dilakukan secara terstruktur yaitu dilakukan oleh aparat secara resmi dengan cara berjenjang, targetnya harus membunuh 6 orang yang melakukan ini, taktiknya begini, alatnya begini, kalau terjadi ini larinya ke sini, itu terstruktur,” katanya.

Syarat kedua dilakukan dengan sistematis dengan tahap-tahap yang jelas. “Lalu masih menimbulkan korban yang meluas. Kalau ada bukti itu, ada bukti itu mari bawa, kita adili secara terbuka, kita adili para pelakunya berdasar Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000,” tambahnya.

Mahfud mengungkapkan TP3 juga sudah bertemu dengan Komnas HAM. Namun tidak menunjukkan bukti-bukti pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut. “Sejak peristiwa ini meletus masyarakat sudah mulai muncul agar dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, ada yang minta pemerintah membentuk, ada yang tidak percaya pemerintah maka Presiden mengumumkan sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang silakan Komnas HAM bekerja sebebas-bebasnya,” katanya.

Dijelaskan Mahfud, Presiden Jokowi sama sekali tidak ikut campur dalam investigasi Komnas HAM. “Kami hanya menyatakan kalau pemerintah yang membentuk (TGPF) lagi-lagi dituding dikooptasi, timnya orang pemerintah timnya diatur oleh orang istana, timnya orang dekatnya si A atau si B, oleh sebab itu silakan Komnas HAM menyelidiki, mau membentuk TGPF di bawah bendera Komnas HAM silahkan, kami lakukan, nah itu yang kami jawab tadi,\" katanya.

Terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pihaknya akan melakukan gelar perkara kasus \"unlawfull killing\" atau pembunuhan di luar hukum terhadap empat anggota Laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50, pada Rabu (10/3). “Rencananya begitu,” kata Argo.

Gelar perkara merupakan proses hukum di Kepolisian untuk menentukan status penyelidikan naik status menjadi penyidikan.

Tags :
Kategori :

Terkait