Untuk Muluskan Perizinan Ekspor Benur, Penyuap Edhy Prabowo Ngaku Diminta Fee Rp5 M

Rabu 24-03-2021,22:30 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA – Terdakwa kasus suap perizinan ekspor benur, Suharjito mengakui adanya pemberian komitmen fee. Hal itu untuk memuluskan perizinan ekspor benih lobster atau benur

Pengakuan Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) itu disampaikan pada sidang lanjutan kasus dugaan suap izin ekspor benur dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang meringankan.

Mulanya, Suharjito menyebut adanya permasalahan dalam pengurusan izin ekspor di era kepemimpinan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Dalam perjalanan permohonan izin 4 Mei hingga 18 Juni baru ada (izin), kita ini sudah paham budidaya, tapi kita alami kesulitan dalam urusan izin,” ucap Suharjito dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/3).

Kemudian, Suharjito pun memerintahkan anak buahnya yang bernama Agus untuk mempertanyakan hal yang menghambat izin tersebut ke Dirjen Budidaya.

Dalam penuturannya itu, Agus pun mempertanyakan hal tersebut. Hingga akhirnya diketahui jika salah satu faktor tak keluarnya izin yakni komitmen fee.

“Saudara Agus nanya ke Dirjen Budidaya, (katanya) tanyakan Stafsus, di situ lah ada letak komitmen yang harus disampaikan ke saya uang, disampaikan Saudara Agus kisaran Rp5 miliar bisa dicicil,” kata Suharjito.

2

Sehingga, Suharjito pun menyanggupinya. Dia menyerahkan komitmen fee sebesar 77 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

“Akhirnya saya membayar komitmen itu 77 ribu dolar AS yang disampaikan Agus. Saya cicil, 77 ribu dolar AS sama dengan Rp1 miliar,” kata Suharjito.

Dalam persidangan ini, Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo senilai USD103 ribu dan Rp706.055.440 atau total Rp2,1 miliar.

Pemberian suap itu bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun anggaran 2020.

Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (riz/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait