KUNINGAN - Jelang pesta demokrasi pemilihan bupati (Pilbup) Kuningan yang rencananya dihelat 15 September mendatang, para pemilih yang bekerja di luar daerah kebanyakan tak mengenal para calon. Karena itu, tidak terlihat rasa antuasias mereka untuk memberikan hak pilihnya dalam momen pilbup mendatang. Meski Ketua KPU Kabupaten Kuningan, Endun Abdul Haq yakin para perantau akan pulang dan mempergunakan hak pilihnya, tapi kenyataan itu berbeda dengan kondisi di lapangan. Banyak warga Kuningan yang bekerja di pabrik wilayah Jabodetabek memilih untuk tidak pulang dengan alasan pekerjaan. Rata-rata mereka takut saat hari pemilihan berbenturan dengan jadwal kerja. Jika tidak masuk kerja, mereka akan dikenakan sanksi oleh perusahaannya. Endun menyebutkan, persentase perantau Kuningan mencapai 20 persen. Meski demikian, pihaknya merasa yakin mereka akan pulang kembali untuk mencoblos. “Kami sudah pasang baliho pilbup di setiap desa. Mudah-mudahan mereka tahu bahwa Kuningan sedang menghadapi hajat besar pilbup. Meski kemarin sudah mudik, kami imbau 15 September nanti pulang kembali ke kampung halaman,” kata Endun. Bicara tentang angka partisipasi pemilih, pada Pilbup 2008 silam mencapai 67 persen. Sedangkan pada Pilgub Jabar 2012, angka partisipasi menurun jadi 65 persen. Pada pilbup nanti pihaknya merasa optimistis meningkat lantaran pemutakhiran data pemilih lebih valid. “Selain itu, kesadaran masyarakat juga meningkat. Ditambah lagi dengan banyaknya calon, sehingga banyak alternatif. Jadi kami yakin angka partisipasi pemilih meningkat,” ucapnya. Namun di lapangan, tidak semua perantau akan pulang di tanggal pemilihan yang sudah ditetapkan KPU. Seperti yang diungkapan Iyan. Pemuda yang mengaku bekerja di sebuah pabrik ban di wilayah Jatake, Tangerang itu terkesan dingin saat ditanya helatan Pilbup Kuningan. Lulusan SMK Muhammadiyah Kuningan itu malah terang-terangan mengaku tidak tahu nama-nama para calon yang bersaing di pilbup. Kendati mengantongi KTP Kabupaten Kuningan, Iyan sudah bulat untuk tidak menggunakan hak pilihnya lantaran tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. “Wah saya sama sekali tidak tahu nama-nama calon bupati. Emang mau ada pemilihan? Kapan? Siapa saja sih calonnya? Saya sama sekali tidak tahu. Saya kalau pulang kampung hanya setahun sekali yakni saat Lebaran saja. Makanya saya tidak tahu nama para calon bupati. Engga tahu sih kalau teman-teman di desa. Mungkin mereka tahu,” katanya ringan. Saat ditanya apakah dirinya akan pulang saat hari pencoblosan, Iyan menggelengkan kepala. Setelah diberi tahu kalau pemilihan dilaksanakan hari Minggu tanggal 15 September mendatang, Iyan mengernyitkan dahinya. Dia mengatakan, tidak akan pulang saat pemilihan lantaran terbentur pekerjaaannya. Meski dilakukan hari Minggu, namun karena pekerjaan di pabriknya menggunakan sistem shift, maka besar kemungkinan dia tidak akan pulang menggunakan hak pilihnya. “Kalau saya memaksakan pulang terus kebagian jadwal shift di tanggal itu, alamat bisa dipecat dari pekerjaan. Mending saya kerja daripada dipecat. Nyari pekerjaan kan susah,” sebutnya. PERANTAU TINGGALKAN KUNINGAN Sementara, setelah mengalami kemacetan parah pasca libur Lebaran, jalanan di Kabupaten Kuningan mulai terlihat lengang. Tak banyak kendaraan pelat luar daerah yang melintas. Itu berbeda kala libur Lebaran beberapa hari lalu. Ruas Kuningan-Cilimus-Cirebon yang beberapa hari lalu macet total, sekarang bisa ditempuh 20 menit dari Kuningan menuju Cilimus. Ratusan ribu warga Kota Kuda yang mencari nafkah di berbagai kota besar di Indonesia pun sudah kembali lagi ke tanah rantau. Mayoritas para perantau itu menuju Kota Jakarta sembari membawa anggota keluarganya. Dari pantauan Radar, hampir semua bus menuju Ibu Kota dipenuhi warga Kuningan yang merantau. Selain menggunakan kendaraan bus, para perantau juga memanfaatkan kereta api dan travel untuk berangkat ke Jakarta dan Bandung serta kota-kota lainnya. Di depan eks terminal Cirendang, sejak pagi warga menunggu kedatangan bus antarkota. Banyak di antaranya yang membawa sanak keluargnya untuk dibawa ke perantauan. Meski tanpa keahlian, mereka memilih mengadu nasib di Ibu Kota atau kota penyangga lainnya untuk mencari pekerjaan ketimbang meneruskan pekerjaan orang tuanya menggarap sawah. “Bagaimana lagi, nyari pekerjaan di Kuningan susah. Ijazah juga tidak mendukung. Saya hanya lulusan SMP. Teman-teman di desa saya juga mayoritas merantau ke Jakarta. Di sana, mereka membuka warung kopi. Saya sih ikut paman saja jaga warung kopi di Jakarta,” terang Johan, seorang warga yang tengah menunggu bus tak jauh dari eks terminal Cirendang, kemarin. Johan mengatakan, dengan bekal ijazah yang minim, praktis dia tidak bisa melamar pekerjaan di pabrik atau perusahaan. Apalagi saingannya yang lulusan SMA atau universitas jumlahnya tak terhitung. “Pekerjaan apa saja yang penting halal dan bisa membantu orang tua. Saya biasanya pulang dua bulan sekali untuk aplusan. Selama dua bulan itu, saya berada di rumah. Dari jualan warung kopi sih untungnya lumayan, ketimbang menggarap sawah milik orang tua,” ujarnya seraya tertawa. Lain lagi yang diungkapkan Arif, warga Dusun Tarikolot, Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindangagung. Pria yang mengaku masih bujangan itu memilih untuk tinggal di kampungnya sembari menunggu panggilan dari sebuah perusahaan di kawasan Cikarang, Bekasi. Arif mengaku masa kontraknya dengan perusahaan tersebut sudah habis sebelum Lebaran. Karena belum ada perpanjangan kontrak, dirinya memilih tinggal di kampung. Namun sebelumnya, Arif kembali mengirimkan surat lamaran pekerjaan melalui pos. “Surat lamaran saya kirim via kantor pos. Kalau menunggu di Cikarang, biayanya mahal. Kan semua harus beli. Mulai dari makan, tidur dan mandi semua bayar. Di rumah sendiri di desa kan gratis nggak perlu bayar. Makanya saya sekarang tinggal di rumah dulu sambil menunggu panggilan dari perusahaan. Orang tua juga menyuruh saya tinggal dulu di rumah sambil menunggu panggilan,” tuturnya. Arif menuturkan, banyak pemuda seusianya yang mencari pekerjaan. Kebanyakan sasarannya pabrik-pabrik yang ada di Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Karawang. Selain upah yang diberikan perusahaan tersebut jauh lebih tinggi dari perusahaan yang ada di Kabupaten Kuningan, Arif juga senang dengan rutinitas mudik setiap Hari Raya Idul Fitri. “Saat kerja, saya pulang setahun sekali pas Lebaran saja. Kan tidak bisa pulang setiap bulan karena kerjanya tidak bisa ditinggalkan,” ungkapnya. (ags) FOTO: AGUS PANTHER/RADAR KUNINGAN MULAI NORMAL. Ruas jalan di Kota Kuningan kembali lengang setelah ditinggalkan ribuan perantau.
Ratusan Ribu Perantau, Tak Nyoblos saat Pilbup
Sabtu 17-08-2013,12:28 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :