CIREBON - Di daerah Kejaksan, Kota Cirebon ternyata terdapat sebuah masjid tua dan bersejarah yakni Tajug Agung Pangeran Kejaksan. Tajug ini berada di sebuah Gang Pangeran Kejaksan, Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon.
Sebelumnya, nama masjid ini adalah Masjid Muhajirin yang tercatat terbangun tahun 1480 M dan sudah menjadi cagar budaya yang ada di Kota Cirebon.
Berdasarkan penuturan dari Juru Kunci Tajug Agung Pangeran Kejaksan, Uki Saluki, masjid ini dibangun oleh kakak ipar dari Sunan Gunung Jati atau yang akrab disapa Syekh Syarif Hidayatullah. Beliau bernama Pangeran Kejaksan atau Syarif Abdurohim. Masjid ini juga satu zaman dengan Masjid Bata Merah Panjunan dan juga Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
“Masjid ini merupakan peninggalan dari Syekh Abdurohim, saudara Sunan Gunung Jati. Tajug ini juga se-zaman dengan Panjunan dan juga Sang Cipta Rasa,” ujarnya.
Tajug ini berada di tengah-tengah permukiman penduduk Kejaksan, sehingga terlihat sempit dan sulit untuk kendaraan parkir. Namun, masjid tersebut masih terawat hingga kini. Beberapa benda pun masih terlihat asli dari awal pembangunan masjid ini.
“Kalau yang masih asli itu ada tiang-tiang penopang atau saka, mimbar, kola atau bak, sumur, memolo, dan juga hiasan piring perpaduan Tiongkok dan Arab yang masih berasal dari awal pembangunan dan tidak dirombak. Namun, bata yang asli sudah ditembok,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Saluki juga menceritakan secara singkat mengenai silsilah Pangeran Kejaksan dengan Sunan Gunung Jati. Menurutnya, Pangeran Kejaksan juga bersaudara dengan Pangeran Panjunan.
Keduanya merupakan anak dari Syekh Datuk Kahfi dan Syarifah Halimah. Selain itu, terdapat dua anak lainnya, yakni Syarifah Baghdad dan Syarif Hafidz.
“Ada dua anak lainnya dari Syekh Datuk Kahfi yakni Syarifah Baghdad dan Syarif Hafidz. Nantinya, Syarifah Baghdad itu menikah dengan Sunan Gunung Jati,” tandasnya.
Kedatangan Syekh Datuk Kahfi sembari membawa keempat anaknya itu terjadi pada tahun 1478 M ke Amparan Jati atau Gunung Jati. Beliau mendarat di Pelabuhan Muara Jati yang kini menjadi Pelabuhan Cirebon dengan 1.200 orang pengikut.
Kemudian, ia melanjutkan perjalanan menuju Keraton Pakungwati yang dipimpin Pangeran Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon.
Hingga setelah kekuasaan Galuh lemah dan Cirebon lepas dari Galuh, maka Mbah Kuwu Cirebon memberikan kepada keponakannya yakni Sunan Gunung Jati. Nantinya, Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan akan diberi jabatan sebagai Adhiyaksa dan Abu Dampul atau Panglima Perang.
Sedangkan, Syarif Hafidz diberi tugas membantu mengajar Agama Islam dengan ayahnya di Gunung Jati.
Sampai saat ini, tajug yang menempati area tanah seluas 400 meter persegi dan memiliki ketinggian sekitar 10 meter ini masih terbagi menjadi dua ruang ibadah. Luas dari ruang ibadah utama sekitar 9 meter x 7 meter, sedangkan ruang ibadah tambahan sekitar 13 meter x 7 meter. Kedua ruangan ibadah ini terpisahkan dengan dinding bata merah dan terdapat pintu penghubung di tengah-tengahnya.
Selain itu, terdapat dinding yang dihiasi oleh keberadaan keramik tua yang bercorak Eropa dan Tiongkok sebanyak 33 buah yang berada di bagian atas dan bawah. Kemudian ada tiang atau saka guru yang berjumlah 16 buah dan masih kuat menyangga tajug ini. (Jerrell)