Kebijakan Zero Cost Masih Jadi Ganjalan Penempatan PMI Ke Taiwan

Jumat 14-05-2021,06:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

NASIB sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang akan diberangkatkan ke Taiwan masih terkatung-katung. Pasalnya, hingga kini pemerintah Taiwan masih menutup penempatan PMI ke negaranya. Salah seorang PMI asal Pati Jawa Tengah, Iswatun mengatakan sudah setahun dirinya belum bisa kembali ke tempat kerjanya Taiwan.

Sebabnya, selama pandemi Covid-19 ini pihak perusahaan masih belum bisa untuk membuka kembali operasionalnya secara total. Meski demikian, Iswatun bersyukur karena masih mendapatkan gaji. Namun hal ini tidak berlaku untuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), karena ia sendiri masih belum bisa berangkat lagi ke Taiwan.

“Untuk masalah gaji, kayaknya tidak ada masalah. Cuma yang jadi masalah menunggu ini sudah berapa lama karena korona. Saya dari bulan satu tahun lalu, sampai sekarang itu karena korona belum bisa balik ke sana,” ujarnya, Kamis (13/5).

Hal serupa dialami oleh PMI lainnya, Lasmini. Ia mengaku sudah 1,5 tahun belum juga berangkat ke Taiwan. Menurutnya, hingga kini belum juga ada kejelasan terkait pemberangkatan.

Lasmini pun berharap pemerintah segera membuka penempatan ke Taiwan agar dirinya bisa bekerja.

“Saya belum terbang [ke Taiwan], masih di rumah sudah 1,5 tahun. Tidak ada pemasukan apalagi kondisi pandemi saat ini susah cari kerja,” ujar Lasmini dalam kesempatan yang sama.

Sementara itu, pelaku usaha dari Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), Anton menegaskan bahwa penundaan penempatan ke Taiwan disebabkan oleh kebijakan zero cost atau pembebasan biaya, bukan karena Covid-19. Pasalnya, hingga kini negara Filipina masih tetap mengirim tenaga kerjanya ke Taiwan.

2

Menurutnya, kebijakan yang diinisasi oleh Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani sebetulnya mendapat penolakan dari para pengguna jasa di negeri Naga Kecil Asia tersebut.

“Karena kebijakan BP2MI soal zero cost, itu pasti Taiwan tidak setuju. Justru ini bukan soal corona, agen sendiri ngomong ke saya, buktinya Filipina masih jalan. Jadi sekarang berangkatnya PMI sampai ke Taiwan itu suruh majikan beli 70.000nt, ya orang gak mungkin bisa. Tapi pak Benny itu tetap ngotot harus zero cost,” tegas dia.

Anton mengatakan, para calon majikan di Taiwan merasa keberatan dengan zero cost karena mereka harus menanggung semua biaya pemberangkatan calon PMI sebesar 70,000nt atau setara Rp35 juta.

Ia pun berharap agar Kepala BP2MI, Benny Rhamdani segera melakukan pertemuan secara langsung dengan pihak Taiwan untuk menemukan win-win solution dari kebijakan zero cost tersebut.

“Jadi harapannya ada di Benny sekarang untuk bicara ke Taiwan. [Karena] ini bukan soal Covid. Mereka sering bilang, Filipina lebih parah [dampak pandeminya] tapi Filipina gak tutup, masih jalan ke Taiwan. Mungkin kalau majikan disuruh tanggung 20,000nt [Rp10 juta] masih mau. Ibaratnya tanggung tiket pulang atau uang visa. Jadi zero cost ini, semua biaya dari makan, BLK, semua pemerintah yang tanggung, katanya negara hadir gak taunya majikan yang disuruh bayar,” ungkap Anton.

Sebagai informasi, sejak Taiwan menutup penempatan PMI pada Desember lalu, hingga kini ada sekitar 6 ribu calon PMI yang menunggu pemberangkatan ke negara tersebut. Kepala BP2MI mengaku adanya kesimpangsiuran informasi terkait kebijakan zero cost (pembebasan biaya penempatan). (git/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait