Gedung Wanita dan TAIS Masih Terbengkalai

Selasa 27-08-2013,10:27 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

 **Azrul: Jangan Mubazir,  Itu Temannya Setan   KEJAKSAN– Banyak pekerjaan yang belum dituntaskan Ano-Azis. Target pengelolaan Gedung Wanita (GW) dan Taman Ade Irma Suryani (TAIS) yang selama ini sudah digembar-gemborkan, belum terwujud. DPRD Kota Cirebon pun mengatakan menunggu aksi nyata pemkot terkait lelang GW dan TAIS. Panitia khusus (pansus) yang dibentuk untuk memberikan masukan kajian dan persetujuan, mendorong pemkot segera melelangkan dua aset tersebut. Ketua Pansus, Azrul Zuniarto SSi, mengatakan, lelang GW dan TAIS tidak memerlukan persetujuan dewan. Pria yang juga ketua komisi B itu mendesak agar lelang investasi segera digelar. Menurutnya, dua aset yang lama terbengkalai tersebut jangan sampai terus didiamkan. “Jangan mubazir. Itu temannya setan. Gedung Wanita dan TAIS harus segera dilelangkan,” ucapnya. Dasar pemkot memihakketigakan dua aset itu berdasarkan hasil kajian para ahli. Dikatakan, anggota dewan sejak semula sudah terjadi silang pendapat tentang perlu atau tidak membuat pansus persetujuan DPRD terkait itu. Akhrnya, membuat pansus dengan agenda konsultasi ke Gubernur Jawa Barat dan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), menjadi jalan tengah. Hasil konsultasi, Gedung Wanita dan TAIS tidak memerlukan rekomendasi maupun persetujuan dewan. Hal itu tidak berlaku jika pengelolaan aset menggunakan dana APBD. Maka, lanjutnya, persetujuan dewan menjadi wajib. Lelang GW dan TAIS bukan seperti tender proyek, tapi menggunakan sistem beauty contes dengan peserta memaparkan rencana ke depan dalam mengelola aset. Artinya, kata Azrul, panitia lelang atau tim seleksi tidak mencari siapa yang menawar paling murah. “Cari yang berkualitas dan berpengalaman. Peserta lelang harus memiliki niat baik,” pesannya. Untuk seleksi peserta lelang, DPRD meminta diikutsertakan. Politisi PKS itu menjelaskan, pimpinan DPRD sudah diberikan laporan dari pansus. Hal yang sama disampaikan secara informal kepada wali kota. Dengan demikian, tim seleksi tidak perlu menunggu persetujuan DPRD untuk membuka beauty contes. Azrul mengharapkan GW tetap menjadi gedung pertemuan dengan konsep lebih modern. Di mana, areal tersebut ada ruko dan sarana penunjang lainnya. Jika hanya gedung pertemuan, investor baru balik modal setelah 100 tahun mengelola. Sementara, ucapnya, TAIS harus menjelma sebagai mini ancol yang menjadi tujuan wisata seluruh masyarakat wilayah III Cirebon. “Kami sudah mendapatkan kajian GW. Segera dimanfaatkan,” ujarnya. Kepala Bagian Perlengkapan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon, HRM Abdullah Syukur MSi mengatakan, GW dan TAIS merupakan produk pertama pemerintahan Ano-Azis dalam mengaktifkan kembali aset-aset terbengkalai. Sebab itu, perlu langkah kehati-hatian dalam mengembangkan setiap proses yang berlangsung. “Kami sudah sampaikan kepada beliau (wali kota, red), persetujuan dewan tidak diperlukan dalam pengembangan aset GW dan TAIS,” terangnya kepada Radar, Senin (26/8). Pada pertengahan bulan Ramadan lalu, Syukur bersama tim seleksi dan pansus DPRD terkait mengunjungi Kota Bandung guna melakukan konsultasi. Jawabannya, persetujuan dewan tidak diperlukan dalam pengelolaan dua aset yang akan menjadi kebanggaan Kota Cirebon itu. Dikatakan, persetujuan dewan diperlukan jika pengelolaan pihak ketiga itu membebani masyarakat dengan ketentuan menggunakan dana APBD. Sebagai contoh, jika ingin melakukan kegiatan yang berakibat pada kenaikan retribusi air minum dan membebani masyarakat, disini diperlukan persetujuan DPRD. “Pada prinsipnya, kami tidak ingin aset pemkot menjadi sia-sia karena salah proses dan perencanaan,” terangnya. Kasubag Pendayagunaan Aset Bagian Perlengkapan, Lolok Tiviyanto SE menambahkan, mengetahui hasil konsultasi, bagian perlengkapan bersama tim seleksi sudah melakukan rapat akhir terhadap langkah pengelolaan aset gedung wanita. Saat ini, mereka segera melaporkan kepada wali kota dan mengumumkan kepada masyarakat. “Minggu ini kami akan merapat ke wali kota sambil menyampaikan berkas,” ungkapnya kepada Radar. Lolok mengingatkan, meskipun menggunakan istilah lelang kerjasama, ada perbedaan menonjol dalam rangkaian prosesnya. Seperti, panitia lelang bertemu langsung dengan peserta dan mencari yang paling prospektif. Meskipun demikian, lanjutnya, mekanisme lelang tetap mengadopsi seperti halnya lelang barang dan jasa pada umumnya. “Kita berhitung paling pesimis, 100 tahun modal investor baru kembali. Itu jika hanya dibangun gedung pertemuan saja,” beber Lolok. Karena itu, bagian perlengkapan dan tim seleksi sepakat untuk memberikan peluang penambahan sarana penunjang. Terpenting, tidak mengubah bentuk gedung utama. Calon investor yang dicari harus berpengalaman. Pihaknya ingin agar pengelolaan segera berlangsung. Pasalnya, penjadwalan sudah mengalami perubahan sejak Juli 2013 lalu. “Kami tidak ingin molor lagi,” cetusnya. (ysf)    

Tags :
Kategori :

Terkait