BERDASARKAN laporan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), hingga akhir tahun 2020. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sedang menanggung hutang sebesar Rp 649,2 triliun. Karenanya Komisi VI DPR, mendesak pemerintah segera melunasi hutangnya di perusahaan negara itu.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung. Menurutnya jika pelunasan hutang pemerintah kepada PLN tak kunjung dilakukan, kondisinya akan menjadi beban yang berkelanjutan bagi PLN.
“Utang tersebut setahu saya sebagian besar karena penugasan pemerintah kepada PLN. Jadi sebenarnya, pemerintah berkewajiban untuk membayarnya kepada PLN,” ujar Martin dalam keterangannya, Selasa (25/5).
Politisi Fraksi Partai NasDem itu, juga mengingatkan PLN agar tidak menjadikan masalah hutang tersebut sebagai alasan dalam melakukan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang pada akhirnya membebani masyarakat.
“Jangan sampai terjadi kenaikan TDL dalam masa sulit akibat tekanan dampak pandemi Covid-19 sebaiknya dihindari. Karena beban masyarakat dan dunia usaha juga sudah cukup besar. Mereka bisa bertahan saja sudah syukur,” tegasnya.
Sebelumnya PLN mengungkap laporan keuangan, dengan catatan total hutang sebesar Rp649,2 triliun pada akhir 2020. Jumlah tersebut terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp499,58 triliun dan utang jangka pendek Rp149,65 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan PLN, utang jangka panjang PLN didominasi oleh obligasi dan sukuk sebesar Rp192,8 triliun, utang bank sebesar Rp154,48 triliun, utang imbalan kerja Rp54,6 triliun, liabilitas pajak tangguhan Rp31,7 triliun, dan penerusan pinjaman Rp35,61 triliun.
Kemudian, ada pendapatan ditangguhkan Rp5,6 triliun, utang sewa Rp14 triliun, utang kepada pemerintah dan lembaga keuangan non bank Rp3,6 triliun, utang listrik swasta Rp6 triliun, utang KIK-EBA Rp655 miliar, utang pihak berelasi Rp9,4 miliar, dan utang lain-lain Rp182 miliar. (fin)